Sesampai di Bumi Mustika, tanah yang pernah melahirkan seorang penulis besar dan diakui dunia onternasional, rombongan @jaringmatapena disambut dengan mesra oleh Sahabat Matapena Blora. Di rumah @ShofaunN, rombongan @jaringmatapena di nanti dengan masakan khas pantura yang super-duper pedas. Bayaran yang lebih dari setimpal atas jejalan yang bergelombang menuju Blora. Hangat-sambut laiknya raja itu memang telah berulang kali bagi @jaringmatapena di Blora, termasuk kopa-kopi yang beraneka.
Kunjungan kemarin (9/2), dalam rangka pembentukan Rayon Komunitas Matapena Blora. Beranjak dari kediaman @ShofaunN, rupanya rombongan telah dinanti Sahabat-sahabat IPNU dan IPPNU Blora, di sebuah tongkrongan ritmis pada tepian waduk Tempuran. Di sana, bersama Imam Alba, Arifudin, Ahmad Faishol, Hana, Rika, Arif, dan beberapa nama lagi, @jaringmatapena bincang santai seputar pembentukan Rayon Komunitas dan beberapa agenda kegiatan yang bakal diselenggarakan di sana.
Perbincangan dianggap cukup kala matahari tergelincir. Acara ditutup dengan ramah tamah menu ikan bakar. Hmmm, sambalnya tentu tidak ketinggalan. Dan, perjalanan berlanjut menuju Jepang-(rejo). Dimana Kopi Santan bermula.
Kalau ada sumur di ladang
Boleh kita menumpang mandi
Kalau ada sumur di jalan
Tak mengapa asal ada kopi
Sepanjang jalan dari Tempuran-Jepangrejo, dan hampir keseluruhan jalanan Blora, memang tidak begitu bagus. Meskipun tiap tahun diperbaiki, masih saja rusak. Kiranya ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Antara lain, tanahnya sendiri yang memang tergolong tanah gerak (menurut @kongdraman, tanah yang bergerak dapat dipastikan daerah yang didasarnya mengandung minyak bumi). Di sisi lain, konstruksi jalan yang dilakukan sebatas tambal sulam. Sementara, hampir di setiap jalanan di Blora adalah akses yang digunakan kendaraan-kendaraan berat dari berbagai arah. Menurut cerita lisan, jalur di Purwodadi dan Blora adalah jalur utama yang telah digunakan sejak jaman kerajaan Majapahit. Pilihan jalur ini memang cukup rasional. Apalagi melihat medannya yang berbeda dengan jalur pantura (yang teramat memutar), jalur tengah Madiun-Ngawi (yang berliku), dan jalur selatan (yang bergunung-gunung). Tentunya kereta-kereta jaman dahulu akan memilih jalur tersebut.
Gelombang jalanan ini juga terjadi akibat ketidakmaksimalan pembangunan jalan oleh pemerintah setempat. Dalam arti, setidaknya telah ada banyak pilihan penanggulangan akan bahaya kerusakan jalanan tersebut terhadap pengguna jalan. Mengingat, fenomena jalan rusak sudah kerap terjadi dan niscaya. Dalam hal ini, barangkali juga dengan kesadaran menjaga “masa lalu” yang tak ternilai di sekitar jalanan.
Di sana, di Jepangrejo Blora, seorang Ibu rumahan memutuskan untuk melanjutkan keahlian turun temurun dari nenek moyang. Keahlian menyeduh Kopi Santan. Ia dikenal dengan nama Rukmini. Bersama keluarga, membuka kedai kopi warisan Ibu dan neneknya. Selain karena keahlian turun temurun, Rukmini muda sadar bahwa di sekitarnya sudah tidak banyak orang yang pandai membuat Kopi Santan. Informasi dari Sahabat-sahabat Matapena di Blora, sampai hari ini tinggal 2 tempat saja yang membuka kedai Kopi Santan. Salah satunya Ibu Rukmini. Menurut mereka pula, Kedai itu yang lebih enak dan nyaman. Sesederhana apapun penyeduhannya, di situ lebih mementingkan hasil dan cara penyajian.
Di kedai Ibu Rukmini, pembeli memang harus menunggu lebih lama. Karena kelapa baru akan diparut ketika ada yang memesan. Artinya, santan yang akan dikotok relatif lebih segar daripada menggunakan santan yang telah lama dibuat. Selebihnya, takaran kopi dan gula yang dikotok bersamaan dengan santan segar itu. Kata Ibu Rukmini, sebutir kelapa ukuran standart hanya bisa digunakan untuk tiga gelas 400 gram. Jika kurang atau lebih, tentu akan mempengaruhi pada kualitas dan cita rasa.
Di satu sisi, orang-orang Blora sendiri tidak tahu menahu soal awal mula kopi itu dibuat. Tapi tentunya mengandung khasiat tertentu. Menurut para pengunjung yang kebetulan sedang di sana, di hari-hari libur, biasanya para pejabat pemerintah menyempatkan untuk menikmati cita rasa Kopi Santan di Kedai Ibu Rukmini. Bahkan, para penikmat kopi dari luar daerah banyak yang telah singgah di sana. Kesemuanya rata-rata bermula dari cerita ke cerita. Serta, satu hal lagi, Ibu Rukmini sudah sekitar tiga kali direportase oleh tiga media-media kita. Soal manfaat untuk kesehatan, kiranya bisa kita kupas di lain kesempatan.[MF]
harus memilih
-
ceritanya aku apply dua peluang setelah wisuda dari leiden. peluang pertama
adalah postdoctoral yang infonya dishare sama bu barbara. yang kedua,
peluang...
1 year ago
0 komentar:
Post a Comment