Jalanan desa jejeran wonokromo pleret bantul yogyakarta memang lengang jika sudah memasuki waktu awabain (red: di antara maghrib dan isya’) namun sahut menyahut suara orang mengaji quran serta ustadz atau kiai membalah kitab membuat suasana hidup dalam gairah belajar tiada henti.
Satu dua kendaraan bermotor lewat. Disusul satu dua sepeda. Semua penumpangnya mengenakan peci dan bersarung. Saya dan Irawan Fuadi (anggota komunitas matapena nurul ummah), pelan mengendarai sepeda motor. Kira-kira 20 km/jam. Dari jalan imogiri barat selatan pasar wonokromo, kita ambil jalan ke timur. Sekitar 200 m baru ke selatan mengikuti jalan tanah dan di kiri jalan kira-kira setelah 100m, kami berhenti di depan asrama putri PP Fadlun Minallah komplek Halimatus-sa’diyah. Di sana kami disambut oleh Mas Yasin, salah satu ustadz pondok yang teranyata adik kelas saya di UIN Sunan Kalijaga Pendidikan matematika.
Setelah pukul 8.30, kami bertiga menuju komplek putra untuk melangsungkan acara. Ada sekitar 20 santri putra dan 30 santri putrid yang mengikuti acara ‘yuk nulis yuk bareng komunitas matapena’. Peserta diikuti oleh peserta dari umur 13 hingga 25 an. Mulai dari usia SMP hingga kuliah semester 6.
Acara dimulai dengan MC mbak Wasilatur Rahmah yang membuka dengan basmalah bersama, lalu sambutan oleh lurah pondok kang Ari Wibowo.
“nulis…” kata MC.
“yuuuukkkk….,” sambut audien.
Sungguh malam yang meriah di dusun yang penuh gairah ini.
Setelah dipersilahkan, saya mulai mengajak teman2 santri melakukan penggalian kemampuan menulis yang selama ini masih tersimpan rapi di dalam hati. Dengan sedikit permainan interaktif, acara menjadi lebih hidup malam itu. Beberapa santri; Siful, Ahsan, Mira, Shidiq, dan lainnya membagi hasil karya fiksi ‘dua menit’nya. Ada yang lucu, ada yang sedih, ada pula yang romantis. Disusul Fuad yang membagikan pengalamannya menjadi anggota komunitas dan prosesnya menulis novel. Sekitar satu jam kemudian, kita mulai sesi dialog.
Dalam dialog diketahui ternyata ludah banyak yang punya hobi menulis, baik puisi, cerpen bahkan bakal novel. Ada Resti, Nayla, Farid, juga mahmudah yang sharing ide dan pertanyaan. Selanjutnya mas Ari wibowo, pak lurah pondok, tunjuk tangan paling akhir. “Saya harap kegiatan ini masih akan berlanjut bukan hanya sampai di sini. Banyak sebenarnya santri yang punya hobi dan keinginan serta kemampuan menulis, namun semua masih tak tahu mau diapakan tulisan itu. Dengan adanya pendampingan dari komunitas matapena ini semoga kemampuan habit itu bias menjadi lebih hebat lagi di masa datang.”
“Amien, jawab saya lirih.
Sungguh, pondok di tengah dusun asuhan Kiai Khatib Mashudi K ini sangat nyaman dan bergairah. Pukul 22.10 menit saya dan Fuad meninggalkan tempat asri itu. Dan seolah ada satu yang tertinggal di sana: rindu!
harus memilih
-
ceritanya aku apply dua peluang setelah wisuda dari leiden. peluang pertama
adalah postdoctoral yang infonya dishare sama bu barbara. yang kedua,
peluang...
1 year ago
0 komentar:
Post a Comment