Tak berlebihan jika berliburan sastra di pesantren dibilang asyik dan seru. Karena kegiatan yang sudah terlaksana 10-12 Juli 2008 yang lalu ini berusaha memadukan tiga bentuk kegiatan:
- Berlibur
Titik tekan dalam kegiatan ini adalah fun dan refreshing. Beberapa kegiatan yang menekankan poin berlibur di antaranya adalah jalan-jalan ke Kaliopak dan Bukit Bangkel. Dalam dua kali jalan-jalan itu, peserta didekatkan dengan keindahan alam, nuansa lokalitas, serta beberapa permainan untuk membebaskan ekspresi. Misalnya, permainan bercerita pada air, berbagi dengan batu, dan meniup balon.
Pada sesi penutupan, usai Pentas Budaya, ada acara bernyanyi bersama mengelilingi api unggun. Layaknya acara perkemahan, api ungun adalah puncak segala acara yang menyatukan kebersamaan dalam kedekatan rasa penuh keakraban.
Meskipun menghabiskan banyak tenaga, komentar memuaskan banyak dituliskan oleh teman-teman tentang liburan mereka, misalnya:
Khatim Maulina, Annuqayah Madura:
“Yang tak bisa dilupakan dari Liburan Sastra adalah out bond ke Kaliopak dan Bukit Bangkel. Tahu alam sekitar gitu.”
Tiara Pratidhina, SMAN 13 Surabaya:
“Liburan di desa yang masih asri. Asyik dan seru banget bisa ke Kaliopak.”
Izzatin Nisa’, Madrasah Muallimat Rembang:
“Aku mendapat suasana baru yang lain daripada yang lain/refreshing.”
Rizqi Wijanarko, PP Darul Amanah Kendal:
“Pengalaman out bond, tak terlupakan.”
Wahidah Nur K, MAN Wonokromo Yogyakarta:
“Pas mendaki ke Bukit Bangkel juga pas malam perpisahan, tak terlupakan.”
Dwina Azizah SN, SMAN 13 Surabaya:
“Pemandangan yang indah, yang tidak didapatkan di kota.”
Sa’duman Djaya, Annuqayah Madura:
“Tentunya ketika api unggun itu menyenandungkan bahwa kita sebentar lagi akan berpisah. Ini tak bisa terlupakan.”
Selain jalan-jalan, kegiatan fun yang lain adalah nonton film bersama di aula. Memutar film Died Poet Society. Meskipun tidak sekelas dengan bioskop 21, para peserta dan guru pembimbing tampak menikmati hingga pemutaran selesai. “Filmnya bagus,” lagi-lagi Pak Tauhid berkomentar penuh kekaguman.
- Bersastra
Kegiatan ini menitikberatkan pada apresiasi sastra, baik terhadap karya sendiri maupun orang lain. Beberapa kali yang berhasil dilakukan, pertama, memberikan komentar atas karya teman dalam kelompok-kelompok kecil. Baik ketika di Kaliopak maupun di mushala Atap Langit. Thayyibah Ali Sumarto dari MA Puteri An-Nuqayah sempat berbagi kesan, “Senang sekali saya di kelompok tadi. Kakak-kakak yang mahasiswa itu memberikan komentar untuk tulisan saya.”
Kedua, Pentas Puisi di mushala Atap Langit. Para peserta adalah para sastrawan, terbukti secara spontan mereka bisa tampil bergantian penuh percaya diri membacakan puisi dengan sangat baik.
Ketiga, apresiasi teater, wayang, dan film. Para peserta disuguhi pentas teater oleh Komunitas Sangkal, pentas wayang oleh Kajey Habib, dan pemutaran film Died Poet Society. Ketertarikan dan keseriusan mereka menikmati suguhan itu adalah sebuah apresiasi atas karya sastra yang divisualkan.
Di samping itu, termasuk dalam konsep ini adalah belajar tentang sastra dari banyak pengalaman, baik kepada para sastrawan senior, seperti Ahmad Tohari, D. Zawawi Imron, Acep Zam Zam Noor, Joni Ariadinata, Evi Idawati, kepada fasilitator yang merupakan para penulis novel Matapena, maupun kepada sesama teman peserta. Juga belajar tentang seluk beluk pentas karya yang divisualkan, seperti drama atau teater.
Tentang kebebasan berekspresi tanpa kungkungan teori ini, Atho’illah dari PP Langitan Tuban menuliskan, “Saya mendapatkan sebuah pengertian bahwa sastrawan harusnya bisa membaca kehidupan dan peka terhadap gejala sosial yang terjadi. Bahwa ternyata sastra itu membebaskan. Bukan kungkungan teori yang membuat jadi mengkerut,” tulisnya dalam lembar evaluasi hari pertama.
Pada dasarnya dalam diri setiap peseta sudah terdapat bara sastra. Oleh karena itu, yang diperlukan sebenarnya adalah contoh dan motivasi. Sehingga, dihadirkanlah motivasi dari para sastrawan senior, para penulis novel Matapena. Juga, lewat media film yang bercerita tentang kebebasan berekspresi dan menjadi diri sendiri, Died Poet Society. Bara sastra dan motivasi adalah awal proses untuk kemudian para peserta menjadi bersemangat untuk berkarya.
- Berkarya
Salah satu respon positif untuk semangat dalam berkarya dituliskan oleh seorang peserta dalam catatan kecilnya, “Ini akan jadi terakhir yang penuh tanda tanya. Aku bertekad, menulis sendiri di rumah dan tak akan pernah peduli siapa pun.” Juga dituliskan oleh Suyud dari Banyuwangi, “Aq akan jadi penulis!”
Beberapa sesi dalam Liburan Sastra memang diformat untuk membiasakan peserta berkarya, baik dalam bentuk tulisan seperti ketika jalan-jalan ke Kaliopak dan di sela-sela petualangan di Bukit Bangkel. Selain menulis puisi dan cerpen, ada juga permainan copy to under di mana peserta diminta meneruskan potongan cerpen menurut gagasan dan imajinasi mereka masing-masing. Permainan ini merangsang lahirnya cerita baru yang variatif dari sumber cerita yang sama, yaitu cerpen “Lukisan Kaligrafi” karya Gus Mus.
Termasuk dalam konsep berkarya adalah merancang pementasan untuk Pentas Budaya pada malam penutupan acara Liburan Sastra yang ternyata berhasil dengan baik. Solechah Delasari, dari SMAN 4 Yogyakarta menuturkan dalam catatan kecilnya bahwa malam penutupan di panggung menjadi momen yang tak terlupakan dari Liburan Sastra di Pesantren. Dia berkesempatan memandu pementasan dari kelompok puteri dengan gaya seperti membaca puisi. Sangat menarik.
Secara terpisah kelompok putera dan puteri bisa mempersembahkan satu bentuk pementasan yang menarik. Masing-masing kelompok menggarap sendiri mulai dari pilihan naskah cerita, tokoh, watak, karakter, musik, juga kostum. Dalam persiapan pementasan ini fasilitator tidak ikut terlibat sama sekali. Karena berangkat dari asumsi bahwa mereka memang sudah menyimpan bara sastra yang tak terbantahkan.
Memang, tiada gading yang tak retak, demikian juga dengan persiapan, perjalanan, dan ending dari kegiatan Liburan Sastra di Pesantren. Apalagi mengingat kegiatan ini adalah kegiatan pertama bagi Komunitas Matapena yang bersifat lebih luas daripada workshop-workshop kepenulisan yang selama ini dilakukan di beberapa rayon pesantren.
Tapi, datangnya banyak apreasiasi atas kegiatan ini, baik dari pendaftaran peserta, donasi, dan pesan kesan dari berbagai pihak bisa dijadikan sebagai ujung rekomendasi bahwa Liburan Sastra di Pesantren cukup menarik dan berjalan dengan baik. “Saya sangat respek dengan kegiatan ini. Panitia dan fasilitatornya gaul sesuai dengan selera kaum muda. Materi bagus, penyampaian materi sangat menyenangkan. Salut untuk anak-anak pesantren yang hebat, kreatif, dan inovatif. Menumbuhkan rasa ingin bersastra yang mendalam dan menambah persaudaraan,” demikian dituliskan Bu Indri, guru pembimbing SMAN 13 Surabaya. Salah satu sekolah dampingan USP Putera Sampoerna Foundation.
Senada dengan Bu Indri, Kang Acep juga menuturkan dalam orasi budayanya, “Acara semacam ini bukan hanya penting, tapi juga harus dilestarikan sebagai bagian dari pesantren. Karena kita tahu banyak sekali sastrawan-sastrawan kita yang dari pesantren. Ada beberapa kawan pengarang, di antaranya Muhammad Amri dan Rahmatullah Ali, mereka menjadikan pesantren sebagai setting yang kental.”
Sementara Evi Idawati secara terpisah mengungkapkan keterkejutannya atas acara ini. “Ini lebih bagus lho daripada acara yang kemarin. Coba aku tahu sebelumnya, anakku taksuruh ikut,” ucapnya penuh kekagumam.
Respon serupa juga banyak dilontarkan oleh teman-teman peserta:
Ahmad Syatori, PP Miftahul Muta’allimin Cirebon:
Jangan sampai di sini kegiatan LSDP, semoga tahun berikutnya bisa ditingkatkan.
Ainun Nahdhiyatin, PP Roudhotut Tholibin Rembang:
Sering-sering aja ngadain pelatihan kayak gini, soalnya banyak banget manfaatnya. Buat suasana yang berbeda agar tambah semangat.
Miftachul Alam, SMAN 19 Surabaya:
“Amazing, bagi pemula seperti saya yang mendapatkan pengalaman berharga tentang sastra.”
Rochmad Hartadi, PP As-Salafiyah Mlangi:
Ada follow upnya kayaknya oke tuh.
Hanik Amaria, SMAN 13 Surabaya:
“Ya, maju terus, dan diadakan lagi yang lebih seru dari ini.”
Ahmad Zainuddin, PP Roudhotut Tholibin:
“Untuk panitia, semoga pelatihan ini bukan yang pertama dan yang terakhir.”
Wachidah Nur K., MAN Wonokromo Yogyakarta:
“Besok adain lagi Mas/Mbak acara kayak gini.”
Khatim Maulina, MA An-Nuqayah Madura:
“Jangan jadikan kegiatan ini sebagai kegiatan yang terakhir kali.”
Atho’illah, PP Langitan Tuban:
“Jangan sampai gak diadain lagi.”
Ragil F.A, Komunitas Matapena rayon Wonosobo:
“Kegiatan ajaib.”
Susi Susanti, MA An-Nuqayah Madura:
“Adain tiap tahun, tambah dikembangkan lebih baik yah! Hanya orang yang separo hati yang mampu mendefinisikan kegiatan ini.”
Sholechah Delasari, SMAN 4 Yogyakarta:
“Subhanallah, ada banyak sekali pengalaman yang luar biasa dahsyat. Thanks panitia. Tahun depan ada lagi gak?”
Dan, Mas Amir Maaruf, Program Officer Madrasah Quality Improvement Program Putera Sampoerna Foundation yang mengikutsertakan teman-teman dari PP Roudhotut Tholibin Rembang dan MA An-Nuqayah Madura, menggarisbawahi dengan, "Well planed and well done," tentang kegiatan Liburan Sastra di Pesantren. Selain bisa menjadi inspirasi mengisi liburan yang asyik dan kreatif.
Beberapa masukan, evaluasi, dan koreksi atas banyak hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Liburan Sastra di Pesantren tahun ini akan menjadi bara untuk pelaksanaan Liburan Sastra di Pesantren pada kesempatan liburan sekolah berikutnya dengan lebih baik dan sempurna lagi.
Terima kasih... Terima kasih...
harus memilih
-
ceritanya aku apply dua peluang setelah wisuda dari leiden. peluang pertama
adalah postdoctoral yang infonya dishare sama bu barbara. yang kedua,
peluang...
1 year ago
2 komentar:
memang uasyuik tuenuan...
aku saluuuuuuuuuut banget sama teman-teman panitia...kompak dan sepenuh jiwa dan raga... i proud of u all deh pokoknya!
Post a Comment