Rekam Proses Pelatihan Jurnalistik | PP Roudhotut Tholibin Rembang
Part I
Ini pelatihan kedua setelah pelatihan penulisan karya ilmiah populer di MA An-Nuqayah yang penyelenggaranya adalah PSF. Formasi dari Matapena juga tetap, aku, Mahbub, dan Fina. Cuma kali ini ketambahan Mas Joni Ariadinata dari Horizon, selain penambahan waktu pelatihan menjadi tiga hari, dua malam, yaitu Selasa-Kamis, 24-26 Juni 2008.
Pukul 11.30 mobil jemputan sudah tiba di LKiS, tapi aku menawar untuk mundur tiga puluh menit lagi karena harus menyelesaikan kerjaan yang lain. Bersyukur Mas Yanto dan Mas Joni adalah orang-orang yang diberi kesabaran dan rasa pengertian yang lebih dari Tuhan. Mau menunggu sampai jam 12.00 teng, untuk kemudian cabut ke bandara menjemput Mas Amir.
Waktu pertama kali melihat Mas Joni, aku pikir dia orang yang serius dan cool. Ternyata, justru karena cerpenis ini perjalanan Jogja-Rembang jadi tak sepi oleh gelak tawa. Apalagi bersama Mas Amir, yang usianya hanya terpaut dua tahun lebih muda dari Mas Joni. Klop sudah. Walaaah, aku sampai tertangis-tangis saking kemekelennya mendengar kisah heroik masa susah mereka. Memang sih, kisah-kisah itu juga pernah aku alami, atau juga Mahbub. Tapi sayang, aku dan Mahbub tidak punya kelebihan yang mereka miliki, bercerita dengan lucu. Jadi, sepanjang perjalanan itu aku dan teman-teman cuma jadi pendengar yang tertawa termehek-mehek. Mungkin suatu saat ada baiknya aku kulakan kisah-kisah itu untuk bahan novelku kali ya. Hehe.
Sekitar pukul delapan malam, sampailah perjalanan di pusat kota Rembang, menyisakan penat dan pening kepala. Apalagi harus melewati jalan aspal sisa banjir yang mengeronjal. Membuat aku hanya bisa mengangguk ketika mendapat tawaran untuk didadah sama Bu Dukun. Lumayan.
Part 2
Part 2
Selasa pagi, pukul 08.30, kegiatan dimulai. Usai opening ceremony dan sedikit pengantar dari Gus Adib dan Mas Amir, Fina membagi pengalamannya dalam menulis. Ternyata peserta cukup apreasiatif. Sesi ini pun berubah menjadi sesi curhat kepenulisan, sahut-menyahut antara peserta putera dan puteri yang berjumlah 37 anak. Memang agak teoretis, dibandingkan dengan sesi Mas Joni yang langsung pada praktik.
Sebelumnya aku mengajak teman-teman untuk melihat lagi jadwal yang ditawarkan. Perubahannya tidak prinsip, hanya penambahan waktu untuk shalat. Sementara untuk materi, sebatas pembahasan itu sepertinya tidak ada masalah. Meskipun ada banyak teori tawaran dari pesantren yang tidak dimasukkan. Terlalu teoretis. Teman-teman juga aku minta untuk menulis tentang bagaimana bayangan mereka tentang pelatihan ini.
Soal mendatangkan semangat Mas Joni memang ahlinya. Malah dia tak mengenal teori dan tetek bengek aturan menulis. Usai bercerita tentang pengalaman dan proses kreatifnya, ia mengajak teman-teman bermain teka-teki. Menemukan pernyataan yang tidak tepat dalam sebuah tulisan. Untuk menunjukkan bahwa dalam menulis cerpen pun logika dan kebenaran umum harus tetap dipegang. Teman-teman tampak asntusias mengikuti model belajar ala Mas Joni. Selain karena Mas Joni itu lucu jadi suasana belajar jadi asyik dan seru.
Setelah itu Mas Joni langsung pada praktik menulis. Ia coba mebangkitkan kreativitas peserta untuk menuliskan realitas yang nyata, khayalan, pengandaian, atau alur cerita yang dibuat secara bersama-sama. Tulisan yang bersumber dari realitas dengan menuliskan kembali tentang sosok Gus Adib, imajinasi bahkan khayalan yang tidak masuk akal, semua dituliskan dalam bentuk cerpen. Untuk praktik membikin alur, Mas Joni bermain reportase tentang teka-teki menghilangnya Evita dari kelas.
Praktis Mas Joni memang hanya mengupas dan praktik menulis cerpen. Tidak juga sampai pada pengembangan materi tentang penulisan novel. Sebelum istirahat maghrib, Mas Joni meminta teman-teman untuk menulis / menyerahkan cerpen sungguhan, puisi, atau karya tulis yang lain. Dan, malam harinya, Mas Joni mengajak peserta untuk mereview hasil tulisan. Sampai hampir pukul 10.00 malam.
Part 3
Hari kedua, pukul 06.00, dimulai dengan out bond ke pendopo terdekat. Tanpa Mas Joni yang rencananya memang akan bertolak ke Jogja pukul 10.00 bersama Mas Yanto. Mahbub memimpin meditasi di dalam ruangan bulu tangkis. Sementara aku coba mengajak peserta untuk bermain diksi dan perasaan. Tujuan kegiatan ini sebenarnya untuk pembebasan pikir dan rasa, selain membebaskan diri dari ketakutan-ketakutan, kekhawatiran, ketidakpercayaan diri ketika akan menulis. Maka kita bermain tiup balon sampai meletus. Bagi siapa pun ketika meniup balon pasti akan merasa takut dan khawatir jika letusannya akan membuat sakit dan lain sebagainya. Tapi, peserta justru ditantang untuk meniup sampai meletus.
“Bagaimana rasanya setelah meletus?” Mahbub bertanya. “Puas,” jawab salah seorang peserta. “Biasa saja,” jawab yang lain. “Ternyata tidak apa-apa,” sambung yang sebelahnya. Dan, ini membuktikan bahwa ketakutan dan kekhawatiran itu lebih sering hanya bikinan perasaan yang dibuat-buat.
Selesai permainan, teman-teman kembali ke pesantren untuk mandi dan makan. Pukul 08.30 kembali berkumpul di aula untuk sesi Non-Fiksi dan Berita. Berbeda dengan Mas Joni, sesi hari kedua ini lebih banyak memakai metode ceramah dan tanya jawab. Selain memahami bentuk tulisan lewat contoh-contoh berita, esay, dan resensi yang difotokopi. Sebelum berbagi pengalaman tentang pengelolaan mading dan majalah, aku mengajak teman-teman untuk menulis berita tentang sebuah peristiwa pemilihan Miss Ma’had yang wawancaranya kita lakukan bersama-sama.
Menarik. Karena ternyata banyak angle yang muncul dalam berita yang teman-teman tulis sesuai dengan sumber berita yang diwawancara. Dari panitia Miss Ma’had, pengurus, pemenang Miss Ma’had, sampai kecurigaan ada persengkokolan antara panitia dan si pemenang. Jika dibandingkan dengan tulisan fiksi bersama Joni, tulisan berita teman-teman lebih bagus. Bisa jadi karena mereka cenderung dengan bahasa baku, yang juga diamini oleh Mas Joni seperti yang ditemukannya dalam cerpen teman-teman.
Pada sesi lembaga pers dan menejemen redaksi, aku lebih banyak mengajak teman-teman untuk berbagi pengalaman bekerja di majalah dinding. Karena pada dasarnya mereka sudah terbiasa dengan kerja keredaksian, hanya objek dan wilayahnya sedikit berbeda. Metode ini cukup efektif, pertama, melatih keberanian berbicara, kedua, tidak membosakan karena lebih dinamis dibanding ceramah oleh pemateri. Demikian juga tentang struktur keredaksian dan layout majalah. Sampai sore sebelum istirahat maghrib, teman-teman kita minta untuk menuliskan apa yang belum dipahami selama proses dua hari pelatihan.
Ada beberapa hal yang kemudian kembali dijelaskan oleh Mahbub, dan tentang berita dan perbuletinan aku coba bertanya dan menjelaskan langsung ke masing-masing kelompok. Selain mempersiapkan makalah untuk difotokopi dan dibagikan ke peserta.
Kelompok kerja bulletin dibagi empat, sesuai dengan sekolah masing-masing. Yaitu, Madin putera, M3R, MAN, dan Madin puteri. Lebih dulu mereka menentukan nama bulletin, staf redaksi, rubrikasi, juga tema yang akan diangkat. Dari hasil keliling, aku menemukan tema-tema yang menarik. Seperti tentang bahwa santri tidak hanya bisa menulis pegon, yang lalu dikaitkan dengan kegiatan training writing skills ini. Aku juga sempat ikut menajamkan tema, beberapa aspek yang bisa diangkat, juga proses penulisan berita. Saat itu aku yakin betul kalau anggukan paham mereka akan muncul dalam sebuah tulisan dan bulletin yang menarik. Dan, itu akan bisa aku lihat esok hari.
Part 4
Pagi, pukul 06.00 kembali teman-teman mengikuti out bond. Menuju ke pantai kartini, gratis dengan bekal surat sakti. Di taman pantai teman-teman kita ajak bermain yang tujuannya adalah membentuk team work yang kompak. Pertama, permainan kait siku. Kedua, permainan bentuk bisu. Ketiga, rangkai cerita. Dan, permainan berjalan seru.
Usai istirahat mandi dan makan, pukul 09.00 teman-teman melanjutkan kerja pembuatan bulletin. Beberapa anak melakukan wawancara, menulis, mencetak tulisan lewat print out, atau melayout. Pukul 12.00 belum juga selesai, dan mendapat tambahan waktu hingga pukul 02.00. Penambahan waktu ini membuat fasilitator tidak bisa membaca dengan intensif hasil pekerjaan teman-teman. Hanya sepintas, dan masukan juga hasil evaluasi disampaikan sebelum acara penutupan. Aku juga sempat membaca tulisan pada majalah yang mengangkat tema tentang santri yang tidak cuma bisa nulis pegon. Dan hasilnya, memang butuh proses untuk menjadi lebih baik. Sementara Fina bertugas membaca diary dan menentukan teman-teman yang mendapatkan novel Matapena. Penutupan pukul 15.30, dihadiri juga oleh Gus Mus.
Dalam sambutannya Gus Mus juga menegaskan bahwa menulis adalah sebuah proses yang tidak bisa dilakukan secara instan. Senada dengan kisah perjalanan hidup Mas Jony yang berdarah-darah dalam proses kepenulisannya. Makanya ia pun berkali-kali mengatakan, jika tidak mau gigih dan rajin membaca, silakan mundur dari menjadi penulis. Ini sekaligus menjadi rekomendasi pelatihan ini. Bahwa ini adalah awal untuk teman-teman Rembang bisa terus intens menulis juga membaca. Bahwa pembagian kelompok kerja bulletin juga awal teman-teman untuk membuat karya baru dalam bentuk majalah. Kelompok itu apakah akan bisa berfungsi atau tidak, proses menjadinya juga ada pada keseriusan teman-teman untuk bekerja. Dan, dalam waktu dekat PR fasilitator adalah membuat review majalah, dan rekap buku harian teman-teman peserta selama pelatihan. Selain tetap membuka sambungan komunikasi lebih jauh secara profesional. Biar kesuksesan jadi milik kita semua! Setelah acara foto-foto, yang mana katanya kamera yang aku pinjam batereinya habis tapi ternyata tidak dan aku pun nggak dapat foto-foto itu (hiks..hiks..), aku dan teman-teman dari Jogja juga Mas Amir mohon pamit.
Yogya, 08 Agustus 2008
Isma kazee
2 komentar:
thx buat reportasenya...
selalu ada semangat setelah membaca rentetan perjalanan mbak isma dkk ini...
terima kasih untuk komennya. sukses selalu juga ya buat SAA smg...
Post a Comment