Ini pengalamanku beberapa hari yang lalu, ketika aku bareng Hilma berkesempatan mengikuti roadshow penulis ke beberapa pesantren di Mranggen Demak. Antara lain, Pesantren Ki Ageng Giri, Pesantren Al-Amin, SMA Mambaul Ulum, SMA Ma'arif Nggablok, dan Pesantren Mansya'ul Huda. Kalau dihitung-hitung, kali ini adalah perjalanan keduaku bersama Hilma, penulis novel Jadilah Purnamaku, Ning.
Jumlah pesantren di Indonesia memang ribuan. Ini sudah jelas. Tapi, kalau semua pesantren bisa dijangkau dengan mudah karena lokasinya di perkotaan misalnya, tunggu dulu. Karena setelah beberapa kali roadshow, justru kami selalu terdampar di sebuah pesantren yang posisinya hampir-hampir di ujung kota. Melewati jalan berkelok dengan medan yang bisa membuat kita bergoyang ke kiri ke kanan. Bukan jalan beraspal tentunya. Kalaupun beraspal, dijamin sudah berlobang dimakan air, usia, atau gilasan roda.
Tapi, ibarat Lintang dalam Laskar Pelanginya Andrea Hirata, di tempat yang terpencil dan hampir tak terjamah itu, pasti selalu ada mutiara. Kadang sudah terlihat dan tinggal mengaisnya. Tapi, sering kali butuh ketelatenan dan kerja keras untuk membuatnya menjadi mutiara. Oleh kita yang tahu kalau sesuatu itu adalah mutiara, atau oleh si calon mutiara itu sendiri.
"Mbak, aku ingin sekali jadi penulis," ungkap seorang siswi SMA Ma'arif di Nggablok. Hai, nama kampungnya saja terdengar aneh bukan?
"Bagus. Kamu tinggal selalu berlatih."
"Tapi, saya tidak punya bakat."
"Percayalah, bakat itu hanya 1%. Sisanya, 99% adalah kemauan dan latihan."
"Mmm... tapi, apa yang harus saya tulis, Mbak?"
Sampai di sini aku menoleh ke arah Hilma. Kalau pertanyaannya adalah bagaimana menuliskan gagasan yang sudah ada di kepala, bagaimana memulai dan membuat ending... masih bisa aku jelaskan. Tapi, kalau yang ditanyakan apa yang harus saya tulis? Hm... agak susah menjelaskannya. Karena pertanyaan ini sangat mendasar. Katakanlah sangat berkaitan dengan latar belakang sebuah tulisan meng-'ada'.
"Kalau kamu ingin berdakwah, maka tulislah petuah-petuah agama dan bunyi-bunyi serta kandungan ayat-ayat kitab suci. Kalau kamu ingin berbagi perasaan, tuliskanlah apa yang tengah kamu rasakan, sudah kamu rasakan, dan pernah kamu rasakan. Kalau kamu ingin menyuarakan nasib rakyat jelata, tuliskan saja pengalaman hidup para petani yang selalu tertindas, para pengamen dll. Kalau kamu ingin menawarkan gaya hidup baru remaja, tuliskan saja gaya hidup asyikmu di pesantren..."
Jadi teman, rasakan dulu kegelisahanmu... jika ingin menulis...
1 komentar:
komen diatas spam semua tuh...
hebat, sudah punya novel.
Post a Comment