Kali kedua nih buat saya, kembali bertandang ke negeri atas air, alias Madura... Dari halaman LKiS, Mas Hartono dan Joko mengawal keberangkatan saya dan Mahbub. Menuju terminal Solo untuk menjemput Fina dan temannya, Izzah. Sampai Ngawi, kami berhenti untuk makan siang. Dengan menu pecel, soto, dan rawon yang kami tancap habis.
Meskipun sudah lega, toh perjalanan tetap saja tak kunjung sampai. Baru sekitar pukul 12.00an malam kami bersama rombongan Mas Amir tiba di An-Nuqayah. Lalu, Mas Amir mengantar saya, Fina, dan Izzah ke Ndalem Nyi Ulfa. Saat itu, kami hanya punya satu pilihan, segera berebah memejamkan mata. Tidur dengan sukses tanpa iringan cerita dongeng sama sekali.
Semua Berjalan...
Minggu, 30 Maret 2008
Pukul 05.00 aktivitas pagi dimulai. Mandi, ngobrol, makan, ngobrol, dan siap-siap mengikuti acara pembukaan pelatihan. Tidur semalam yang tanpa gangguan, sudah cukup membuat kami tampak segar dan siap berpose di depan kamar. Foto-foto dulu...hihi. *proyek narsis*
Dari Late saya, Fina, dan Izzah menuju tampat pelatihan untuk acara pembukaan. Dimulai pukul 09.00. Dihadiri oleh 30 peserta dari anak-anak MA An-Nuqayah, juga kepala sekolah, guru, dan dari SF, Mar Amir dan Pak Nanang. Usai pembukaan, stadium general yang sedianya akan dihadiri juga oleh seluruh siswi MA, diundur esok siang dan bertempat di aula. Jadi, untuk pagi itu Fina berbagi pengalaman menulisnya hanya dengan peserta pelatihan.
Tapi, sebelum Fina bermain panas-panasan (baca: ngompori) peserta bahwa menulis itu gampang, lebih dulu saya ngobrol soal beberapa kesepakatan dalam pelatihan. Seperti materi, penjadwalan, dan latihan yang harus teman-teman lakukan. Karena mareka sudah lebih dulu membaca jadwal dan usulan materi yang sudah ditempel di pengumuman, so proses kesepakatannya tak perlu waktu lama. ”Jadi, kita penutupan hari Senin sore ya,” saya kembali menegaskan, dan spontan dijawab dengan teriakan kecewa, ”Haaaaa!” Jawaban teriakan juga mereka koorkan, tapi yang ini teriakan berjenis surprise dan merasa tertantang, ketika saya meminta mereka untuk menulis lembar harian selama proses pelatihan. Ini metode untuk membuat mereka selalu menulis, apa pun itu. Tak dibatasi. ”Dan yang tulisannya bagus, akan mendapat satu dari 8 buku yang disediakan Matapena,” lanjutku dan mereka pun kembali berteriak sama-sama, ”Haaaaaa!”
Kesan pertama, sambutan teman-teman sangat antusias. Saya suka itu. Mungkin karena mereka adalah 30 peserta pilihan dari sekian jumlah peserta yang mendaftar. Mereka juga aktif dan penuh semangat. Kondisi ini tentu saja menjadi sumbangan energi buat Fina pada sesi stadium general. Pertanyaan mereka seperti aliran air yang tak usai-usai. Gemlondor...
Demikian juga ketika sebelum istirahat, saya mengajak teman-teman memahami wilayah karya ilmiah populer. Enak sekali proses pemetaannya karena mereka ikut terlibat dengan mereka-reka posisi beberapa jenis tulisan. Suasana jadi lebih hidup dan penuh semangat. File powerpoint saya untuk materi ini, sukses tidak terpakai. Percuma deh lemburku yang semalaman itu.
Mahbub juga sempat mengajak teman-teman bergame ria, sebagai penjajagan awal. Game bermain imajinasi dan menulis terbatas. Hasilnya, penuh variasi dan terbukti mereka memang sudah bisa menulis.
Sebagai contoh, ada yang nulis ini:
Gelap! Baru saja aku melihat kegelapan dan kekosongan. Sesaat pikiranku tenang. Aku bertualang. Pikiranku bertualang tanpa arah berjalan tanpa tahu apa yang akan ia tuju. Disana ada tempat. Luas tak berbatas, tak bertepi. Mungkin hal ini terlalu fiktif untuk sekedar dibayangkan tapi itulah perjalanan yang aku tempuh. Aku tak tahu yang berjalan itu pikiranku, perasaanku, atau entahlah. Tapi akhirnya perjalananku terhenti di terminal tok-tok-tok K’ Mahbub. Kelihatan sekali kalau teman-teman An-Nuqayah memang teope begete.
Usai istirahat zhuhur, saya minta Mahbub untuk memulai lebih dulu dengan sesi Pra Penulisan yaitu tentang ide dan gagasan. Karena saya masih sowan dengan penyair Guluk-Guluk, M. Faizi. Bincang-bincangnya tidak lama, hanya mereview email juga penyerahan katalog penulis dari Guluk-Guluk. Ternyata banyak juga, ada ratusan. Sampai di kelas, Mahbub sudah beraksi dengan keahlian barunya, presentasi dengan laptop dan LCD. Point yang dipowerkan ternyata lumayan banyak. Mulai dari memburu ide yang bagai kilatan cahaya sampai bagaimana ide itu bisa dikembangkan dan dirumuskan. Harusnya sesi metode penelitian sosial (MPS) dibicarakan sebelum istirahat ashar. Tapi, karena Mahbub sepertinya belum selesai memuntahkan semua ilmu idenya, jadi MPS-nya diundur setelah shalat ashar.
Semula saya agak khawatir kalau materi MPS ini hanya akan membuat teman-teman merasa rumit karena terkesan teoretis banget. Apalagi saya juga pakai LCD, jadi terkesan seperti kelas beneran. Bukan model fasilitasi seperti ketika kita bareng-bareng memahami peta karya tulis ilmiah. ”Teman-teman sudah belajar metode penelitian sosial kan?” tanyaku menyelidik. Karena setahuku materi ini menjadi sub pembahasan pelajaran sosiologi. Dan, ternyata benar. So, sesi ini sebenarnya hanya sebatas mengingatkan kembali dengan menekankah bahwa praktik penelitian tidak akan serumit yang dijelaskan oleh teori.
Usai sesi MPS, teman-teman dikelompokkan menjadi 10, dengan 3 orang tiap kelompoknya. Setiap satu kelompok adalah tim kecil yang akan melakukan penelitian sederhana. Cukup dengan menentukan tema/masalah, sumber data, teknik pencarian datanya, dan lalu dituliskan dalam empat jenis penulisan yang ditawarkan: artikel, berita, esai, atau fiksi. Tugas penulisan ini dibebankan pada tiap individu, dan dalam satu kelompok tidak boleh berjenis tulisan sama.
Bakda isya teman-teman kembali berkumpul di kelas, untuk sesi bentuk-bentuk penulisan. Pembagiannya adalah Fina bagian artikel, termasuk jenis penulisan karya ilmiah populer yang biasa dipakai, saya bagian berita, dan Mahbub bagian esai dan fiksi. Tapi, pada praktiknya mengalir saja antara saya, Fina, dan Mahbub. Ditengah-tengahi dengan pertanyaan dan melihat beberapa contoh yang sudah difotokopi. Sebelum forum ditutup, saya ada game olah kata. Jadi teman-teman mendapatkan acakan kertas yang bertuliskan satu kata dengan berbagai kategori. Tugas mereka selanjutnya adalah mengurutkan sesuai dengan kategori. Karena jumlah peserta adalah 30, biar tidak membingungkan satu kategori terdiri atas tiga kata. Hasilnya, tidak ada kesulitan yang berarti. Misalnya, kata ngapain, biarin, bo’ong mereka kelompokkan dalam kategori kata populer dsb.
Selesai game, pertemuan hari pertama pun berakhir, pukul 22.00 malam. Sebelum bubar, kita membagi kelompok untuk out bond esok hari. Sesuai dengan jumlah fasilitator, kelompok pun dibagi menjadi tiga. Setelah itu barulah teman-teman kembali ke kamar, Mahbub ke ruang tamu putera, sementara saya, Fina, dan Izzah ke kompleks Late.
Senin, 31 Maret 2008
Hari kedua, dimulai dengan out bond pukul 05.30. Sempat was-was, teman-teman bisa datang tepat waktu nggak ya? Ternyata, malah Mahbub yang molor. Biarpun sudah saya miscall berkali-kali sesuai dengan permintaannya semalam.
Hampir pukul 06.00 kelompok sudah siap dengan fasilitator masing-masing. Kami berpencar sesuai dengan usulan dan kesepakatan teman-teman peserta. Kelompok Fina menuju perpustakaan, kelompok Mahbub berhenti di halaman gedung STIKA puteri, sementara kelompok saya di emperan gedung sekolah MAK An-Nuqayah.
Pada intinya dalam out bond ini kami ingin mengajak teman-teman membuka mata dan imajinasi bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan itu tidak ada yang biasa-biasa. Semua bisa menjadi luar biasa dengan ditulis dan diteliti. Dari sampah, penjual ketaki, air mati, dan lain-lain.
Pukul 07.30 kita kembali berkumpul di MA An-Nuqayah untuk sedikit mengevaluasi materi secara keseluruhan. Semacam review kecil sebelum teman-teman bekerja di lapangan. Dalam proses selanjutnya, saya, Mahbub, dan Fina tidak berusaha mencampuri pilihan gagasan mereka. Kami membebaskan, termasuk bagaimana mereka bekerja dan berbagi tugas dalam satu tim dan akan dituliskan dalam bentuk apa. Tapi, kami siap berbagi jika memang ada satu dua hal yang ingin disoalkan.
Setelah istirahat makan pagi dan mandi, teman-teman sudah langsung berpencar dengan rencana masing-masing kelompok. Mahbub bersedia menjadi arca yang standby di kelas. Sementara saya, Fina, dan Izzah rencananya mau rental internet di perpus. Tapi, sayang lagi mati lampu. Jadi, selain mencetak beberapa makalah untuk difotokopi, kami jumpa fans kecil-kecilan di perpus. Dan, barulah pada pukul 11.00 ada jumpa fans besar-besaran (baca: stadiun general II bersama Fina) di aula yang diikuti oleh seluruh siswi MA An-Nuqayah.
Acara ini tidak diikuti oleh teman-teman peserta pelatihan, sebagaimana yang diusulkan mereka sebelumnya. Tapi, tiga kelas yang 2 skatnya dibuka itu lumayan sesak juga oleh para siswi yang duduk berjajar saling berhadapan. Seperti layaknya jumpa fans, mereka bertanya-tanya banyak soal proses kreatif kepenulisan Fina, juga model sekolah Qaryah Thayyibah. Di akhir acara saya menggarisbawahi sebuah pertanyaan, ”Gimana mengirimkan novel ke penerbit, susah tidak?” Tentu saja dengan tegas saya jawab, ”Tidak!” Dan, kalau perlu bukti silakan saja dicoba kirim ke Matapena.
Sepanjang pengamatan saya, antusiasme siswi An-Nuqayah ternyata juga muncul dalam sesi dialog dengan Fina. Sampai-sampai siswi kelas II QT ini menoleh ke arah saya dan berbisik pelan, ”Mbak, capek. Mbak Isma aja.” Baru deh, acara siang itu saya akhiri dengan menyisakan tatapan penuh harap, ”Lagi doooong...”
Saya dan Fina kembali ke kelas pelatihan yang sudah kosong. Sebelumnya Mahbub sudah menerima hasil diary dan penugasan kelompok, untuk kemudian supaya kami baca dan evaluasi. Tapi, karena waktunya sudah terpakai untuk stadium general II, sampai hampir setengah satu siang, praktis tidak ada waktu untuk membaca hasil tulisan teman-teman dengan seksama.
Tapi, tetap saya dan teman-teman sedikit memberikan review dan masukan, berangkat dari beberapa tulisan teman-teman yang saya baca. Sebagai sebuah kerja penelitian, paling tidak mereka sudah mengerti tahapan-tahapannya dan penulisannya. Ada yang nyaris sempurna, ada yang masih tertukar antara keinginan menulis soft news menjadi tulisan yang ”kebanyakan” opini. Yang menjadi kejutan adalah beberapa cerpen yang ditulis teman-teman. Bahasa mereka terbaca enak, seperti sudah biasa menulis, dan tentu saja saya tinggal menantang mereka, ”Saya tunggu novel pesantren kalian di meja redaksi.”
Acara selanjutnya adalah bincang follow up, seperti yang biasa kami lakukan dalam beberapa pelatihan. Intinya sih bagaimana teman-teman tidak mandeg sampai pelatihan ini usai. Mandeg menulis dan berproses bersama. Jika ini terjadi, amat sangat disayangkan. Dan, salah satu media pengsolidan adalah lewat komunitas, apa pun bentuk dan kegiatannya.
Semua Berakhir…
Selesai penutupan menjelang Maghrib, saatnya untuk berpamitan. Dua hari ternyata sangat cepat untuk pelatihan yang penuh antusiasme dan kedekatan. Dengan peserta, dengan panitia, dengan pengasuh lewat Mbak ULfa, juga dengan Sampoerna lewat Mas Amir. Sebelum meninggalkan Madura sempat berpamitan dengan M. Faizi kemudian ke rumah Abrori yang menepati janjinya untuk menjamu kami dengan kepiting, udang, dan cumi. Fina yang ngantuk saja tidak mau ketinggalan, apalagi Mahbub yang jarang-jarang makan seafood seperti itu. Nambah booo.
Perjalanan pulang terasa jauh lebih cepat dari perjalanan berangkat. Mungkin karena secara psikologis sudah tak ada tanggungan, seperti kata Mas Amir. Di Pamekasan Mas Hartono sempat mampir ke sebuah toko tempat menjual jajanan khas Madura. Tapi, dengan wajah kalah perang dia balik lagi ke mobil. Kenapa Mas ? tanya Mahbub. Masak jajanan khasnya marning? Kalau itu sih di kampungku ya banyak. Hehe. Ada-ada saja. Tapi, biarpun tanpa oleh-oleh, yang penting kami selamat sampai rumah masing-masing. Mampir ke Qaryah Thayyibah dulu mengantarkan Fina dan Izzah, dan ngobrol banyak soal pendidikan dengan Mas Bahruddin dan Pak Ridhwan. Juga melihat aksi Maia menggarap video klip dangdut pendidikan. Sempat berhenti di Solo dan Salatiga untuk makan, dan beberapa kali berhenti di POM untuk menjaga kesehatan kandung kemih *sok tahu*. Alhamdulillah, puji syukur... semua pun berakhir dengan baik. Semoga.
Yogyakarta, 31 Maret 2008
1 komentar:
mbak isma...
terimakasih beratt...
buat reportase luar biasanya,
aku sudah menantinya lama...
cerita perjalanan matapena ini sangatlah penuh makna, menginspirasi, dan penuh pengabdian...
salute...
barokallahu deh...^_^
Post a Comment