Monday, March 10, 2008

Catatan dari PP. Al-Kamal Kunir Blitar

Monday, March 10, 2008
Prolog

Alhamdu, aku dan Sachree sampai di blitar pukul 06.00 pagi. Semula kami akan langsung ke pondok al-Kamal, namun kenyataan berbicara lain; teman Sachree mengirimkan sms bahwa ia akan menjemput kami. Kami pun menunggunya. Tak lama kemudian, datanglah ia dengan Mio-nya.
“Jare arep nggowo mobil? Lha kancaku ini mau dibonceng di mana?” Sachree menodong janji temannya, yang kemudian kuketahui bernama Dul, alumni Akidah Filsafat Sukijo.
“Lagi diservis! Bisa bertiga, kok! Ayo!”
Kami cenglu hingga sampai di rumahnya, di kecamatan Udanawu yang berjarak 10-an kilometer.
Di Udanawu, kami beristirahat secukupnya. Mandi dan berakrab-akrab ria dengan empunya rumah. Bercerita tentang pembuatan film indie yang sering kali digarapnya. Berbicara tentang ternak lele yang sedang dirintisnya. Dan bernostalgia tentang Kampus Putih Sukijo.
“Aku murtaddin Tafsir Hadits,” kataku ketika ia bertanya di fakultas apa aku dulu. “Juga murtaddin Es-Ka.”
Menjelang zhuhur, kami cabut ke al-Kamal. Dengan mobil pick-up terbuka yang biasa dia gunakan untuk mengangkut genteng, kami meluncur.
“Makasih, Dul!” pekik kami ketika turun di depan ndalem Gus Luthfi, al-Kamal. Dan sekali lirik, kami melihat mobil merah itu duduk tenang di depan ndalem. Tahulah kami bahwa kang Ipenk telah terlebih dahulu sampai.

***

Acara Workshop Hari I, Sabtu 1 Maret 08

Pukul 14.30, barulah santri-santri kumpul di aula.
“Ayo, kang…” Gus Luthfi memberi aba-aba.
“Maklum, Mas. Mereka baru pulang tadi pukul 13.30. Lalu istirahat dan makan. Jadi, baru siap sekarang…” tekan kang Shofaul-Muttaqin, pengurus Markaz yang nantinya senantiasa mendampingi kami.

14.50, acara dimulai. Peserta ternyata tidak hanya dari PP al-Kamal saja, tetapi juga dari PP Darul Huda yang berada di dekatnya. Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci, lalu disusul dengan sambutan oleh Gus Luthfi, sambutan dari rombongan matapena—diwakili Sachree, dan ditutup dengan doa oleh Gus Luthfi.
Yang membuat kami lumayan terkesan, MC-nya pakai bahasa arab terus. Untung kami pernah mondok—meski nggak bisa ngomong arab, tapi paham kalau ada yang ngomong arab, meski sedikit-sedikit.

Sesudah seremonial selesai, kami tawarkan jadwal yang ada kepada forum. Tapi, sebagaimana di PP yang lain, di al-Kamal ini para santri juga ‘pasrah bongkoán’dan manut dengan jadwal. Hampir tidak ada reaksi—kecuali bengong—ketika kami menawarkan apakah jadwal perlu diubah atau tetap.
“Biar nanti penyesuaian-penyesuaian menyusul aja…” bisik Sachree di telingaku. Karena waktu semakin sore, kami langsung masuk ke forum I, tentang hal-hal sekitar tulisan. Aku kebagian nerangin masalah cerpen dan novel dan karakteristiknya. Kemudian Sachree menambahkan hal-hal yang belum aku singgung, khususnya tentang gambaran besar peradaban menulis yang kemudian dikerucutkan kepada novel, cerpen, resensi, dan artikel.

Beberapa menit sebelum forum ditutup, kami memberikan tugas untuk menulis diari. Dengan maksud demi kontinuitas tradisi menulis diary, kami semula mengharuskan agar mereka menulis dalam satu buku khusus untuk diary, namun Kang Shofa mengatakan bahwa buku diary dilarang keberadaannya di PP al-Kamal. Jadi, kami harus sedikit bernegosiasi:
“Bagaimana kalau diary di lembaran aja. Nanti langsung kami bawa ke Jogja.”
“Oh, kalau itu boleh.”
Pada pukul 16.30, acara diakhiri untuk istirahat, makan, mandi, dan shalat.

***

Setelah isya, tepatnya pada pukul 20.00, acara dilanjutkan pada sessi II, tentang ide, sumber-sumber ide, sense of idea, penulisan ide, dan pengembangan ide. Selain disuguhi materi, peserta juga diberi tugas untuk mencari ide. Lalu kertas mereka dikumpulkan, dan dibagikan lagi secara acak. Pihak yang menerima ‘ide’ orang lain itu bertugas mengembangkannya menjadi karangan (cerpen).

Pukul 22.45, acara sessi II ini selesai. Sebelum kami tutup, kami memberi kesempatan kepada forum tentang outbond besok pagi. Mereka sepakat dilaksanakan bakda shubuh. Lalu kami memberi penugasan (PR) agar peserta membuat cerpen.
“Cerpen kalian akan kami bawa ke Jogja…. minimal 3 halaman.”
“Ha? Banyak banget??!!”
Ternyata, mereka hanya salah persepsi. 3 halaman dikiranya tiga lembar kertas (atau 6 halaman bolak balik).
“Tiga muka… masak banyak?”
“Oo...”

***

Acara Workshop Hari II, Minggu 2 Maret 08

Pukul 05.00 atau 05.20 pagi, kami bangun. Itu pun digugah kang Ipenk (makasih kang). Tanpa perlu mandi dahulu, kami segera ke aula di mana anak-anak sudah menunggu. Kang Shofa menyambut,
“Mungkin di Mts saja, Kang. Kalau out-bond ke sawah kayaknya terlalu jauh.”
“Ya gak apa-apa. Yang penting waktunya cukup.”

Dan kami berangkat ke komplek sekolahan al-Kamal, yang letaknya hanya bersebelahan dengan komplek pesantren. Konon, sekolahan yang terdiri dari MTs, MAN ini dulunya milik al-Kamal. Tapi sesudah dinegerikan, Depag-lah yang menguasai. Entahlah.
Acara outbond ini, meski hanya sekitar setengah jam atau paling lama 45 menit, namun hamdulillah dapat dimanfaatkan secara optimal. Acara pertama, adalah observasi ide. Peserta dibebaskan bertebaran ke segala penjuru arah untuk mengamati apapun yang ada dan menari mereka. Lalu mereka dipersilakan menuliskannya. Acara kedua adalah game sinonim. Acara ini cukup ramai karena peserta dibagi menjadi beberapa kelompok yang saling ‘bermusuhan’, dan berlomba-lomba untuk mematikan ‘lawan’ dengan menuliskan kata yang sinonimnya sulit.
Sesudah itu (sekitar pukul 06.30), kami kembali ke pondok. Untuk istirahat dan ngaji minggu pagi.

***

Pukul 08.30 acara baru dapat dilanjutkan. Yakni sessie III, Mengenal Struktur Cerita. Setelah mengenalkan struktur cerita dengan metode ceramah-dialog, sessie ini diisi juga dengan game sebagai pendalaman materi sekaligus praktek dari teori yang ada. Masing-masing peserta diberi satu lembar kertas lalu disuruh menuliskan nama tokoh. Lalu kertas digeser, peserta menuliskan karakter tokoh. Kertas digeser, peserta menuliskan setting tempat. Kertas digeser, peserta menuliskan gambaran detail tentang setting tempat tersebut. Kertas digeser, peserta menuliskan setting waktu. Kertas digeser, dan peserta menuliskan gambaran detail tentang setting waktu tersebut. Kemudian peserta disuruh memadukan unsur-unsur yang ada dalam kertas (tokoh, karakter, setting tempat dan waktu), menjalinnya sehingga menjadi sebuah cerpen.

Pada sela-sela membikin cerpen itu, ada kabar dari pengurus Markaz Pesantren bahwa acara workhop akan dihentikan pukul 17.00 mengingat malam harinya bakda maghrib pengajian tidak libur. Kami tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali hanya mengangguk saja.

Pukul 12.00, forum ditutup. Kami tugaskan mereka untuk meneruskan PR cerpen-nya dan menyelesaikannya sebelum pukul 5 sore.
“Untuk buku diary, nggak usah terlalu dikejar. Yang penting selesaikan cerpennya yang akan kami bawa ke Jogja. Dan lagi, cerpen anda itu berfungsi sebagai ‘biaya’ untuk mendapatkan pin cantik matapena.”
“Horeee!!!”

***

Bakda dhuhur, sekitar pukul 13.30, acara baru dapat dilanjutkan. Kami melakukan evaluasi terhadap 2 cerpen dadakan mereka. Kami membacanya di depan mereka, lalu merangsang mereka agar mengkritik cerpen teman mereka sendiri. Mulanya mereka takut-takut-malu, namun kemudian pada berani juga. Nah, gitu… baru namanya santri…

Sesudah evaluasi cerpen, mengingat waktu yang sudah mepet, kami langsung masuk ke problem solving. Kami membagi kelompok menjadi tiga. Putri yang jumlahnya terlalu besar kami bagi jadi dua—masing-masing sekitar 15 anak—sedangkan putera yang cuman beberapa anak tidak kami bagi.
“Kami tidak bisa mendampingi kalian seterusnya. Karena itu, silakan bermusyawarah dan berdiskusi tentang kesulitan-kesulitan dalam menulis. Nanti seterusnya, sesudah workshop ini, kalianlah yang akan memecahkan masalah kalian sendiri; maka dari itu, manfaatkan komunitas kalian….untuk maju bersama.”
Mulanya, mereka canggung juga. Tapi diskusi berjalan juga kemudian. Kami sebagai fasilitator hanya menarik permasalahan-permasalahan yang terkumpul dan sudah diperbincangkan, lalu menggarisbawahinya dengan sedikit komentar dan bercerita tentang pengalaman kami; atau membahas panjang lebar permasalahan yang belum terselesaiakan.
Sebelum acara penutupan diupacarakan, para peserta dipanggil satu persatu. Mereka harus menyerahkan cerpennya dan menukarnya dengan pin matapena. Yah, seperti wisuda itu lah…
Pukul 16.45 acara seremonial penutupan dimulai. Gus Lutfi memberikan sambutan. Matapena diwakili Mahbub memberikan sambutan. Dan terakhir, acara ditutup dengan doa bersama oleh Gus Lutfi.

Wednesday, March 05, 2008
Fasilitator Workshop,


Mahbub Dje
Sachree

2 komentar:

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
smk udanawu anak2 tkj said...

man kunir kurang ketat