Tuesday, April 22, 2008

Diklat Jurnalistik dan Bedah Novel Ning Aisya
Di PP Al-ISLAM Joresan Mlarak Ponorogo

Tuesday, April 22, 2008
Jum’at, 11 April 2008, Pondok Pesantren Al-Islam Joresan Mlarak Ponorogo dibuat geerr oleh kedatangan penulis muda yang selalu tampak ceria, Camilla Chisni. Gadis bernama asli Nisa’ul Kamilah Chisni ini sengaja menginjakkan kaki di bumi Ponorogo untuk memenuhi undangan OPMI (istilah lain untuk OSIS) dalam rangka Diklat Pers dan Jurnalistik & Bedah Novel Trilogi “NING AISYA”.

Di hari sebelumnya, Muhammad Adib Rifa’i, jurnalis sekaligus konsultan teknologi informasi di Ponorogo menularkan keahlian jurnalistiknya pada 150-an peserta. Dan Bedah novel ini merupakan penghujung dari rangkaian acara tersebut. Meski sebagai acara penghujung, para peserta justru makin antusias dan semangat hingga acara ini selesai. Dan yang menjadi motivasi terbesar dari peserta adalah adanya bedah novel yang langsung dikupas oleh penulisnya dari Yogyakarta, begitulah tutur Usman Wahyudi selaku panitia.

Tepat pukul 09.00, acara bedah novel dibuka oleh sang moderator Nurdiana santri kelas II Aliyah. Tak lama kemudian, Camilla menunjukkan kepiawaiannya dalam mengelola dan menggairahkan forum dengan berdiri di depan peserta dan berinteraksi langsung dengan mereka. Ia mengawali penuturannya dengan bertanya, “Ayo, yang suka nulis di agenda angkat tangan...” Dan para peserta pun mengacungkan tangannya tinggi-tinggi. Dalam penuturannya, Camilla banyak melempar joke, pertanyaan bahkan bisa tertawa lepas di depan forum. Para peserta pun tampak antusias ketika Mila meminta mereka untuk tunjuk tangan dan mengungkapkan realitas negatif yang terdapat di pesantren. Mila pun menghubungkannya dengan petualangan Ning Aisya yang mencoba untuk mencari paradigma alternatif dalam memaknai sebuah problem di tubuh pesantren.

“Misalnya ada santri yang pacaran trus langsung dikeluarkan dari pondok, apa dia akan menjadi lebih baik?” demikian salah satu pertanyaan yang langsung direspon dengan beragam jawaban. “Dunia kita tidak hanya memiliki dua warna, hitam dan putih. Di sana ada abu-abu, kuning, coklat, dan sebagainya. Maka kenapa kita selalu memandang setiap masalah secara hitam putih?” Mungkin itulah yang menjadi misi Mila. Ia adalah orang yakin bahwa tidak ada kesempurnaan yang instan, semua butuh proses dan perjuangan.

Setelah berhasil membuat peserta Bedah Buku melempar applause berkali-kali, giliran Bu Tutik, guru Bahasa Indonesia yang mendapat jatah untuk menelaah Ning Aisya. Dalam pemaparannya, Bu Tutik memberikan ulasan mengenai urgensi sastra dan pengharapannya terhadap anak didiknya ke depan agar bisa seperti Aisya.

“Ning Aisya memang sedikit nakal, tapi nakalnya adalah nakal dalam rangka pencarian jati diri dan dia bertanggung jawab atas pencariaannya tersebut. Ning Aisya adalah prototipe anak yang selain cerdas, penuh prestasi dan penuh rasa ingin tahu, dia juga orang yang tidak mengandalkan trah kepesantrenan dan bisa maju tanpa embel-embel bapaknya yang seorang kiai.”

Sebelum season tanya jawab dibuka, Camilla memberikan intruksi agar peserta membuat puisi dan berani membacakannya di depan forum. Keantusiasan peserta terlihat pada sesi tanya jawab, mereka saling berebut untuk menyampaikan berbagai pertanyaan dan pendapat mereka, ada yang bertanya mengenai proses kreatif, penggalian ide, penokohan, hingga pada pertanyaan mengenai nilai-nilai apa yang ingin diungkap oleh penulis melalui novel Ning Aisya. Dengan senyum yang khas, Mila menjawab pertanyaan demi pertanyaan sembari menegaskan kembali mengenai pentingnya mencari jati diri dengan mengungkapkan maqolah, “seorang pemuda bukanlah orang yang bangga mengatakan inilah bapakku, tapi yang dengan tegas mengatakan inilah aku!”
Di akhir acara, Mila mempersilakan para santri utuk unjuk kebolehan dalam berpuisi. Para santri yang berebut tersebut tidak dapat tampil semuanya karena yang ditunjuk hanya empat orang dan mereka pun mendapatkan reward berupa novel. “Waw, bagus-bagus ya puisinya!” puji Mila pada peserta yang kontan membuat mereka tersipu.

Dan sebelum rangkaian acara ini ditutup oleh pimpinan pondok Drs. Ali Fikri, M.Pd.I, Camilla memberikan reward kepada Sriyanto sebagai penanya terbaik. Pada dentang ke-11, setelah acara usai para peserta langsung menyerbu penulis guna mendapatkan tanda tangan. Akhirnya, dikarenakan ada jum’atan, panitia mempersilahkan santri putra untuk meminta tanda tangan terlebih dahulu. Lucunya, di tengah-tengah kerubutan santri yang antre tanda tangan. Gadis alumni UIN Malang ini berbisik padaku, “La’, perutku mules. Mo ke kamar mandi. Takut gak keburu.”
“Walah Neng...Aneh-aneh wae!” timpalku sembari mengkode santri putri agar tanda tangannya di asrama saja.

Ah, jum’at yang indah...
Azan pun mulai bertalu menggetarkan naluri ubuddiyah...

Ditulis oleh Lailatu Rohmah, S.Pd.I
Mahasiswi S2 MKPI, pembimbing bagian Bahasa OPMI dan Forum Ilmiah Santri PP.Al Islam Joresan Mlarak Ponorogo.

4 komentar:

Anonymous said...

senang mengikuti perkembangan santri khususnya di al-islam tercinta.
Al-Islam masih seperti dulu, bahkan santrinya sekarang lebih aktif dan prograsif. Sukses buat al-Islam.
Dan matur nuhun ya mbak atas postingnya yang menyegarkan ini.
Saya alumni tahun 1989 sekarang di Malaysia

Syah_Assalimy said...

Kalo kataku sih!?....
itu KEREN dan Bagus banget....
sustu gebrakan yang patut mendapatkan apresiasi dan simpati positif, dalam rangka menumbuhkembangkan potensi dan kreatifitas santri, membuka wawasan dan cakrawala berfikir biar tidak mengendap dan membeku sia-sia. karna saya yakin di AL-ISLAM banyak ide-ide Brilian dan bakat-bakat luar biasa,...
Selamat dan sukses untuk Al-Islam, salam ta'dzim saya kepada Segenep Ustad dan Ustadzah sang petutur Ilmu ku,juga segenap alumni khususon alumni 2002, Aziz

Anonymous said...

Eh sapa tu pake baju Kuning.....
lama gak ketemu sekarang tambah cakep aja....dah jadi penulis, terkenal lagi Keren...Salut untuk Ning Mila

Jann.. Ajarin aku bikin cerita dong akukan juga pengen bisa nulis, eh kapan ke Ponorogo lagi banyak yang kangen lho...btw Thank dah ngajarin adikku banyak hal salah satu yang hadir di acara bedah buku itu kan adikku he..he..moga bisa jadi seperti pean..
Syah Assalimy

Anonymous said...

duh,, jdi kaNgen bgt ne sMA suasana Al-islam
keep on spirit