Friday, July 27, 2007

Laporan Perjalanan Workshop II
PP Roudhotul Ulum Gondang Legi Malang
19—20 Juli 2007

Friday, July 27, 2007


Menuju Roudhotul Ulum…

Semula saya sama Pijer mau berangkat Kamis pagi naik travel. Tapi, karena ada pemberitahuan mendadak soal pembukaan acara yang bisa diajukan Kamis bakda zhuhur, pemberangkatan pun diajukan Rabu malam. Supaya Kamis pagi kami bisa istirahat, sebelum siang harinya memulai acara.
Perjalanan dengan travel relatif aman dan menyenangkan. Kecuali saya sama Pijer harus dibuat pusing oleh bau minyak wangi seorang kakek-kakek yang duduk di sebelah saya. *Maaf ya, Kek!* Ditambah teriakan mas-mas kribo-hitam menjelang subuh, gara-gara pak supirnya kelamaan berhenti di suatu tempat.
“Menemui istrinya apa ya!”
“Shalat kali,” celetuk dua penumpang cewek yang selalu nyekikik sejak berangkat dari Jogja.
“Shalat apa. Masjid aja belum bersuara!”
“Shalat sambil zikir. Yang lama kan zikirnya…”
Untung adu pendapat itu tidak berbuntut panjang. Sama seperti sikap Pak Sopir yang tidak mau memperpanjang pertanyaan si cowok kribo-item, “Kok lama, Mas?” Dia cuek saja, menginjak pedal gas, meneruskan kembali perjalanan. Mengantarkan saya sama Pijer sebagai penumpang pertama yang diantarkan, sampai tepat di depan rumah Kang Ipeng, pukul 06.00. *Makasih ya, Pak*


Workshop II

Pembukaan yang sedianya akan dilaksanakan bakda zhuhur, molor jadi bakda ashar. Diikuti 18 peserta, workshop II dibuka oleh Aisyah, nyai muda PP Roudhotul Ulum puteri. Setelah sambutan Aisyah, saya mengajak teman-teman untuk jajak kebutuhan. Ternyata dari ke-18 peserta, 12 anak sudah mengikuti workshop I sebelumnya, sementara 6 anak belum mengikuti.

Dari ke-18 kuisioner jajak kebutuhan, bisa dikerucutkan dalam 3 keinginan: 1) sharing pengalaman menulis, 2) teknik menulis: terutama membuat ending tulisan dan bagaimana menulis novel, 3) teknik editing naskah yang sudah ditulis. Need assessment selesai bertepatan dengan azan maghrib. Kami sepakat bubaran dulu, dan berkumpul kembali bakda isya, untuk materi pembahasan karya peserta pada workshop I sekaligus penajaman materi tentang unsur intrinsik karangan, dan pengayaan tema novel pop pesantren.

Malam pertama di Roudhotul Ulum kami manfaatkan untuk berbicara soal teknis kepenulisan. Peserta dibagi dua kelompok. Sambil membahas karya peserta, kami membincang unsur intrinsik tulisan, juga problem solving dalam menulis.

Kejutan bagus saya temukan ketika teman-teman saya minta untuk mencari gagasan cerita dari 4 artikel yang saya bagikan. Artikel pertama, tulisan Masdar tentang perekonomian pesantren. Artikel kedua, tulisan Imam Aziz soal pesantren puteri. Artikel ketiga, soal politik aliran di pesantren, dan artikel terakhir soal budaya dan tradisi pesantren tulisan Kang Maman. Ternyata mereka sudah bisa menemukan gagasan-gagasan itu. Misalnya dari aspek ekonomi pesantren, salah satu kelompok menemukan ide tentang masuknya warung serba ada yang bisa membunuh kehidupan para pemilik toko di sekitar pesantren. Dari aspek sosial, ada gagasan tentang isu gender; misalnya pembedaan peraturan dan akses informasi antara santri putera dan puteri. Atau dari aspek budaya misalnya tentang uniknya sarung dan peci.

Gagasan-gagasan itu membuat saya dan Pijer merasa optimis, paling tidak akan ada pergeseran ide tulisan dari tema-tema percintaan remaja ke tema seputar santri dan pesantren yang lebih variatif.

Demikian juga ketika esok harinya, pukul 07.00, saya dan Pijer membawa teman-teman out bond menuju halaman madrasah diniyah putera. *Sebelumnya harus pakai izin dan harus dikawal Nyai Aisyah*. Selama perjalanan, teman-teman diminta menuliskan 5 setting menarik, dan kemudian bisa diendapkan dan dirangkai dalam sesi meditasi untuk bahan tulisan. Di bawah bimbingan Pijer, ada juga yang menemukan ide unik, misal, santri yang berdagang.

Usai meditasi saya mengajak teman-teman untuk bermain lanjut cerita. Saya membagi potongan cerita Ning Aisya sejumlah peserta, untuk kemudian dilanjutkan versi masing-masing. Dan, hasilnya lumayan bagus. Mereka sudah bisa membuat potongan cerita itu sebagai opening atau bagian tengah. Meskipun belum ada yang sampai ending, karena terbatasnya waktu.

Bakda zhuhur kita kembali masuk kelas. Sebelum praktik dan penugasan, saya dan Pijer menguraikan lebih jauh tentang kerangka atau membuat sistematika cerita sebagai acuan yang bisa mereka kembangkan menjadi sebuah novel. Pijer membagi sistematika Hadrah Cinta, sementara saya menjelaskannya dengan mengurai sistematika novel komik Pilihan Terakhir yang rata-rata sudah dibaca oleh teman-teman. Dengan demikian, akan lebih bisa dipahami dan tergambar jelas.

Penugasan pun dimulai. Mereka kita minta untuk membuat kerangka cerita, sambil boleh bertanya-tanya. Sambil saya dan Pijer bermake a wish, semoga idenya bagus-bagus dan benar-benar ada pergeseran, hampir empat jam mereka membuat kerangka. Bukan kerangka yang sudah jadi memang. Masih seperti sinopsis, dan masih harus dikoreksi dan dikasih masukan tentunya.

Kerangka cerita yang mereka tulis tidak sore itu kita bahas. Ada beberapa yang bersetting pesantren, meskipun masih bertema kisah cinta yang sudah biasa. But, pergesekan tidak akan berakhir sampai di sini. “Kalau besok ada koreksi dan masukan untuk kerangka teman-teman, bagaimana?” tawarku ke teman-teman.

“Nggak papa, Mbak. Malah bagus. Kita kan belum bisa,” jawab mereka spontan. Detik itu, aku dan Pijer bisa menangkap dua pancaran dari mata mereka, pesimis bahwa menulis novel itu tak akan pernah bisa mereka lakukan dan optimis bahwa mereka bisa. Semoga, pancaran kedua yang akan jadi pemenangnya.


Kembali ke Jogja

Usai penutupan pukul 17.30, Kang Ipeng sekeluarga sudah menjemput. Sempat ngobrol dan berbagi cerita dengan Aisyah dan Kak Atho’. Sebelum kemudian mohon pamit, dibelikan oleh-oleh sama Kang Ipeng, menunggu travel di rumah Kang Ipeng, dan go to Jogja.
Kalau berangkatnya sempat heboh gara-gara minyak wangi dan si mas-mas kribo, pulangnya heboh sama salah seorang penumpang yang tidak mau dijemput pakai mobil jemputan. Dia maunya dihampiri mobil travel langsung. Padahal pak sopir masih asing dengan Malang, ditambah alamat rumahnya biarpun gedongan ternyata ndempis masuk gang. Alhasil, travel pun pun jadi heboh oleh suara gerundelan dan omelan Pak Sopir. Hm, ada-ada saja!

0 komentar: