Friday, February 17, 2012

Al-Falah Jember Membedah MAFIA

Friday, February 17, 2012
Gerbang kuno PP Al-Falah Jember

Hari sudah menjelang maghrib ketika rombongan tim #Roadshow Matapena sampai di PP Al-Falah Jember. Sang ketua Rayon rupanya sudah galau menunggu sejak siang. Katanya, dia sangat kahwatir kami nyasar atau sebagainya akibat jaringan media komunikasi yang (sedang) tidak stabil. Sementara, rute menuju Al-Falah sebenarnya tidak terlalu susah untuk dilacak. Memang banyak cara yang digunakan

0 komentar

Friday, February 10, 2012

Kopi Santan

Friday, February 10, 2012
Sesampai di Bumi Mustika, tanah yang pernah melahirkan seorang penulis besar dan diakui dunia onternasional, rombongan @jaringmatapena disambut dengan mesra oleh Sahabat Matapena Blora. Di rumah @ShofaunN, rombongan @jaringmatapena di nanti dengan masakan khas pantura yang super-duper pedas. Bayaran yang lebih dari setimpal atas jejalan yang bergelombang menuju Blora. Hangat-sambut laiknya raja itu memang telah berulang kali bagi @jaringmatapena di Blora, termasuk kopa-kopi yang beraneka.

Kunjungan kemarin (9/2), dalam rangka pembentukan Rayon Komunitas Matapena Blora. Beranjak dari kediaman @ShofaunN, rupanya rombongan telah dinanti Sahabat-sahabat IPNU dan IPPNU Blora, di sebuah tongkrongan ritmis pada tepian waduk Tempuran. Di sana, bersama Imam Alba, Arifudin, Ahmad Faishol, Hana, Rika, Arif, dan beberapa nama lagi, @jaringmatapena bincang santai seputar pembentukan Rayon Komunitas dan beberapa agenda kegiatan yang bakal diselenggarakan di sana.

Perbincangan dianggap cukup kala matahari tergelincir. Acara ditutup dengan ramah tamah menu ikan bakar. Hmmm, sambalnya tentu tidak ketinggalan. Dan, perjalanan berlanjut menuju Jepang-(rejo). Dimana Kopi Santan bermula.

Kalau ada sumur di ladang
Boleh kita menumpang mandi
Kalau ada sumur di jalan
Tak mengapa asal ada kopi

Sepanjang jalan dari Tempuran-Jepangrejo, dan hampir keseluruhan jalanan Blora, memang tidak begitu bagus. Meskipun tiap tahun diperbaiki, masih saja rusak. Kiranya ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Antara lain, tanahnya sendiri yang memang tergolong tanah gerak (menurut @kongdraman, tanah yang bergerak dapat dipastikan daerah yang didasarnya mengandung minyak bumi). Di sisi lain, konstruksi jalan yang dilakukan sebatas tambal sulam. Sementara, hampir di setiap jalanan di Blora adalah akses yang digunakan kendaraan-kendaraan berat dari berbagai arah. Menurut cerita lisan, jalur di Purwodadi dan Blora adalah jalur utama yang telah digunakan sejak jaman kerajaan Majapahit. Pilihan jalur ini memang cukup rasional. Apalagi melihat medannya yang berbeda dengan jalur pantura (yang teramat memutar), jalur tengah Madiun-Ngawi (yang berliku), dan jalur selatan (yang bergunung-gunung). Tentunya kereta-kereta jaman dahulu akan memilih jalur tersebut.

Gelombang jalanan ini juga terjadi akibat ketidakmaksimalan pembangunan jalan oleh pemerintah setempat. Dalam arti, setidaknya telah ada banyak pilihan penanggulangan akan bahaya kerusakan jalanan tersebut terhadap pengguna jalan. Mengingat, fenomena jalan rusak sudah kerap terjadi dan niscaya. Dalam hal ini, barangkali juga dengan kesadaran menjaga “masa lalu” yang tak ternilai di sekitar jalanan.

Di sana, di Jepangrejo Blora, seorang Ibu rumahan memutuskan untuk melanjutkan keahlian turun temurun dari nenek moyang. Keahlian menyeduh Kopi Santan. Ia dikenal dengan nama Rukmini. Bersama keluarga, membuka kedai kopi warisan Ibu dan neneknya. Selain karena keahlian turun temurun, Rukmini muda sadar bahwa di sekitarnya sudah tidak banyak orang yang pandai membuat Kopi Santan. Informasi dari Sahabat-sahabat Matapena di Blora, sampai hari ini tinggal 2 tempat saja yang membuka kedai Kopi Santan. Salah satunya Ibu Rukmini. Menurut mereka pula, Kedai itu yang lebih enak dan nyaman. Sesederhana apapun penyeduhannya, di situ lebih mementingkan hasil dan cara penyajian.

Di kedai Ibu Rukmini, pembeli memang harus menunggu lebih lama. Karena kelapa baru akan diparut ketika ada yang memesan. Artinya, santan yang akan dikotok relatif lebih segar daripada menggunakan santan yang telah lama dibuat. Selebihnya, takaran kopi dan gula yang dikotok bersamaan dengan santan segar itu. Kata Ibu Rukmini, sebutir kelapa ukuran standart hanya bisa digunakan untuk tiga gelas 400 gram. Jika kurang atau lebih, tentu akan mempengaruhi pada kualitas dan cita rasa.

Di satu sisi, orang-orang Blora sendiri tidak tahu menahu soal awal mula kopi itu dibuat. Tapi tentunya mengandung khasiat tertentu. Menurut para pengunjung yang kebetulan sedang di sana, di hari-hari libur, biasanya para pejabat pemerintah menyempatkan untuk menikmati cita rasa Kopi Santan di Kedai Ibu Rukmini. Bahkan, para penikmat kopi dari luar daerah banyak yang telah singgah di sana. Kesemuanya rata-rata bermula dari cerita ke cerita. Serta, satu hal lagi, Ibu Rukmini sudah sekitar tiga kali direportase oleh tiga media-media kita. Soal manfaat untuk kesehatan, kiranya bisa kita kupas di lain kesempatan.[MF]

0 komentar

Tuesday, February 07, 2012

WC TERPANJANG #ROADSHOW

Tuesday, February 07, 2012

Dia terlahir dengan nama Muhammad Kholil. Nama yang begitu religius dan dahsyat meskipun sudah tidak asing di telinga kita. Tapi, buat Sahabat kita yang satu ini, nama lahirnya tersebut mengalami "evolusi" sedemikian rupa hingga tidak ada satu frase pun yang mengaitkannya dengan nama (popular)-nya sekarang. Sabda, begitulah kini ia disapa. Dia memang bukan siapa-siapa. Pun tidak sombong dengan menganggap dirinya sebagai siapa. Dan Sahabat-sahabat juga gak perlu khawatir, karena dia adalah Sahabat kita. Pernah dia bilang kepada dunia kalau dia ingin menjadi penulis (semoga keinginannya menyubur…). Sama seperti kita.


sekilas MA Zainul Hasan PI

Kali ini, dalam rangkaian #roadshow Matapena ke Jawa Timur, Kang Peppi dkk. bisa singgah dan silaturrahmi dengan Sahabat-sahabat santri PP Zainul Hasan Genggong Probolinggo, berkat konsolidasi Sahabat kita yang satu ini. Ya, Sabda. Tak kurang dari seminggu, Sabda menyampaikan maksud dan tujuan #roadshow ini ke pihak pesantren. Dalam hal ini merujuk pada Bpk. Haqqul Yaqin, S.Fil.I, MA. Beliau adalah kepala Madrasah Aliyah Zainul Hasan. Entah jurus apa yang dipakainya dalam konsolidasi singkat ini sehingga pihak sekolah yakin bahwa dia adalah “anak yang baik”. Lho? Hehe… (mangap, eh, maap, gurau dikit ya...).


Oke, kembali ke cerita.
Sabda, adalah alumni PP Zainul Hasan Genggong Probolinggo yang pertama kali menyambungkan komunikasi dengan pihak sekolah. Wal hasil, tim #roadshow komunitas Matapena disambut hangat dalam forum yang penuh dengan semangat belajar. Baik secara formal, pun kultural. Meskipun kali ini Matapena hanya bisa bermuwajjahah dengan Sahabat-sahabat santri puteri saja. (Semoga santri putera segera…).

Pada sesi pertama, Kang Peppi Al-Ikhtiqom mecairkan suasana dengan gaya khasnya yang memang sedikit berantakan. Terutama jenggotnya… hehe. Tapi biasanya, jenggotnya itu yang membuatnya susah untuk dilupakan orang. Kenapa? Anggap saja mangkelin…!!! (Sekali lagi, maaph. hihihi). Sementara, peserta forum terpesona dengan performanya di depan dengan alat bantu presentasi yang disiapkan panitia. Semuanya oke, pokoknya.


memukau

“Adakah di antara teman-teman yang memiliki jiwa artis…?” tanyanya. Semua peserta hanya bergemuruh, tanpa jawab. “Jika ada,” lanjutnya, “berarti sama dengan saya. Karena saya memang dilahirkan untuk menjadi artis.” Sontak saja peserta terpingkal-pingkal. Ya, begitulah sedikit tentang Kang Peppi. Dia memang dibesarkan di lingkungan artis-artis (pesantren Nurul Ummah Kotagede Yogyakarta). Dari menjadi seorang teatrawan hingga menyutradarai beberapa pementasan. Termasuk pementasan-pementasan yang diselenggarakan komunitas Matapena di berbagai even. Dan, film pendek berjudul Hadrah Cinta, yang adaptasi dari novel Hadrah Cinta karya Mbak Pijer Sri Laswiji adalah buah karya pertamanya menuju sutradara kawakan. (Semoga, Amien)

Kembali ke Pesantren Zainul Hasan.
Di sana, di luar acara formal, tim #roadshow berkali-kali diingatkan oleh Sabda, bahwa mereka punya WC terpanjang se-Genggong. Karena penasaran, Kang Peppi membuktikan kesungguhan cerita Sabda. Benar saja, Kang Peppi begitu takjub setelah melihatnya secara langsung. Bahkan, untuk mengobati rasa penasarannya itu, dia mencobanya beberapa kali. Hmmmm, gimana ya rasanya? Hehe. Bagi Sahabat-sahabat Matapena yang juga penasaran, silakan sesekali berkunjung ke sana, dan buktikan sendiri. Tapi itu di asrama putera. Kalo di puteri sama gak ya? Nah, kalau itu, mari tunggu lewat novel-novel yang bakal ditulis Sahabat-sahabat kita di sana. Setujaaaa?!!


seorang peserta yang naskahnya kini dalam proses pembacaan kepala sekolah
dan segera, akan dikirim ke komunitas matapena

Terakhir yang sempat terekam dari Zainul Hasan, adalah harapan panitia akan kunjungan Matapena di lain waktu dan kesempatan. Mereka ingin ada ikatan silaturrahim yang kuat sehingga teman-teman yang lain, yang belum berkesempatan mengenal Matapena secara langsung, pada saatnya mendapat kesempatan tersebut. Nah, jika demikian, silakan teman-teman mengkoordinir yang lain untuk bergabung dengan komunitas Matapena. Sederhananya, teman-teman nantinya akan semakin bertambah kenalan dari berbagai penjuru Jawa, dan kelak se-Nusantara. Dalam rangka menghidupkan tradisi kepenulisan dan sastra pesantren. Dimana secara keseluruhan dibingkai dalam SANTRI INDONESIA MENULIS.[MF

3 komentar

Wednesday, February 01, 2012

DI MALANG TAK MALANG

Wednesday, February 01, 2012
Roadshow Komunitas Matapena kali ini mengambil secara acak di beberapa daerah di Jawa Timur. Titik pemberangkatan awal berlokasi di Malang, tepatnya di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I Gondanglegi Malang. Menurut informasi dari Kang Mahbub Djamaluddin, Raudlatul Ulum Gondanglegi termasuk dari tempat yang dikunjungi Matapena pada Roadshow gelombang pertama, kira-kira pada pertengahan tahun 2007. Di sana pula awal kali Matapena melakukan workshop selain di beberapa pesantren. Ada sejumlah anggota dari Raudlatul Ulum Gondanglegi yang ternyata samapai saat ini masih menetap. Kesemuanya adalah santri puteri.


Di Raudlatul Ulum, kunjungan Matapena kali ini diisi dengan bedah novel MAFIA THREE IN ONE karya Muhammad Mahrus, santri pesantren tersebut yang kini tinggal di Yogyakarta. Acara digelar pertama kali di komplek puteri dengan dihadiri hamper seluruh penghuni asrama puteri. Antusiasme santri puteri begitu hebat menjamu tim roadshow sewaktu forum berlangsung. Barangkali karena buku yang dibedah adalah buah tangan santri sana sendiri. Tampaknya, mereka juga ingin suatu ketika, karya mereka juga akan diapresiasi semacam itu.


Dari raut muka mereka, ada banyak yang ingin diutarakan. Entah dalam bentuk curahatan, tanggapan, pertanyaan, dan sebagainya. Sayangnya, mau atau tidak acara mesti dibatasi. Pun, acara yang dimulai sejak selepas isya’ itu berakhir sekitar jam setengah dua belas malam. Ya… barangkali harus diadakan di lain waktu lagi. Kan tinggal mereka yang menentukannya. Iya, to?


Di malam berikutnya, acara digelar di aula putera. Pesertanya tak kalah banyak, sih. Tapi rata-rata mereka lebih memilih diam. Beda dengan yang puteri. Di sisi-lain, kebanyakan dari santri putera di sana memang relatif masih kecil. Ketika bedah novel berlangsung, sebagian dari mereka cuma bengong. Bisa jadi karena memang mereka nggak nyambung dengan tema diskusinya. Wah, sayang sekali. Tapi setidaknya, beberapa dari mereka yang nyambung masih bisa menghidupkan forum. Bahkan, sebelum acara diakhiri, mereka minta diputarin film pendek produksi Matapena; HADRAH CINTA.[MF]

0 komentar