Friday, February 22, 2008

Apa yang Harus Aku Tulis?

Friday, February 22, 2008

Ini pengalamanku beberapa hari yang lalu, ketika aku bareng Hilma berkesempatan mengikuti roadshow penulis ke beberapa pesantren di Mranggen Demak. Antara lain, Pesantren Ki Ageng Giri, Pesantren Al-Amin, SMA Mambaul Ulum, SMA Ma'arif Nggablok, dan Pesantren Mansya'ul Huda. Kalau dihitung-hitung, kali ini adalah perjalanan keduaku bersama Hilma, penulis novel Jadilah Purnamaku, Ning.

Jumlah pesantren di Indonesia memang ribuan. Ini sudah jelas. Tapi, kalau semua pesantren bisa dijangkau dengan mudah karena lokasinya di perkotaan misalnya, tunggu dulu. Karena setelah beberapa kali roadshow, justru kami selalu terdampar di sebuah pesantren yang posisinya hampir-hampir di ujung kota. Melewati jalan berkelok dengan medan yang bisa membuat kita bergoyang ke kiri ke kanan. Bukan jalan beraspal tentunya. Kalaupun beraspal, dijamin sudah berlobang dimakan air, usia, atau gilasan roda.

Tapi, ibarat Lintang dalam Laskar Pelanginya Andrea Hirata, di tempat yang terpencil dan hampir tak terjamah itu, pasti selalu ada mutiara. Kadang sudah terlihat dan tinggal mengaisnya. Tapi, sering kali butuh ketelatenan dan kerja keras untuk membuatnya menjadi mutiara. Oleh kita yang tahu kalau sesuatu itu adalah mutiara, atau oleh si calon mutiara itu sendiri.
"Mbak, aku ingin sekali jadi penulis," ungkap seorang siswi SMA Ma'arif di Nggablok. Hai, nama kampungnya saja terdengar aneh bukan?
"Bagus. Kamu tinggal selalu berlatih."
"Tapi, saya tidak punya bakat."
"Percayalah, bakat itu hanya 1%. Sisanya, 99% adalah kemauan dan latihan."
"Mmm... tapi, apa yang harus saya tulis, Mbak?"

Sampai di sini aku menoleh ke arah Hilma. Kalau pertanyaannya adalah bagaimana menuliskan gagasan yang sudah ada di kepala, bagaimana memulai dan membuat ending... masih bisa aku jelaskan. Tapi, kalau yang ditanyakan apa yang harus saya tulis? Hm... agak susah menjelaskannya. Karena pertanyaan ini sangat mendasar. Katakanlah sangat berkaitan dengan latar belakang sebuah tulisan meng-'ada'.

"Kalau kamu ingin berdakwah, maka tulislah petuah-petuah agama dan bunyi-bunyi serta kandungan ayat-ayat kitab suci. Kalau kamu ingin berbagi perasaan, tuliskanlah apa yang tengah kamu rasakan, sudah kamu rasakan, dan pernah kamu rasakan. Kalau kamu ingin menyuarakan nasib rakyat jelata, tuliskan saja pengalaman hidup para petani yang selalu tertindas, para pengamen dll. Kalau kamu ingin menawarkan gaya hidup baru remaja, tuliskan saja gaya hidup asyikmu di pesantren..."

Jadi teman, rasakan dulu kegelisahanmu... jika ingin menulis...

1 komentar

Thursday, February 14, 2008

Pelatihan Karya Tulis Santri dan Bedah Novel Ning Aisya
Se-Kabupaten Lamongan

Thursday, February 14, 2008
Kamis, 07 Pebruari 2008. Himpunan Alumni peduli Al-Fattah (HIMAPA), PK. PMII STIT Al-Fattah, dan Ponpes Al-Fattah bekerja sama dengan Penerbit LKiS Pelangi Aksara mengadakan Pelatihan Karya Tulis Santri dan Bedah Novel “Ning Aisya” se-Kabupaten Lamongan. Kegiatan ini dilaksanakan di aula PP. Al-Fattah Siman Sekaran Lamongan Jawa Timur, diikuti oleh sekitar 80 peserta yang terdiri dari mahasiswa, santri, dan pelajar tingkat SMA bahkan ada sebagian kecil pelajar SMP yang mengikutinya. Selain pelatihan dan bedah buku, panitia yang diketuai olah Ainul Abid juga mengadakan pameran buku dari Penerbit LKiS dan beberapa penerbit lain.

Tepat pukul 10 00 WIB pelatihan karya tulis santri dan Bedah Novel “Ning Aisya” Se-Kabupaten Lamongan secara resmi dibuka oleh Kepala Pondok Pesantren Al-fattah, Ustadz Humaidillah, S.Pd.I. Dalam sambutannya ustadz mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang membantu untuk menyukseskan kegiatan ini, terutama kepada LKiS dan HIMAPA.

Usai opening ceremony, acara dilanjutkan dengan penyampaian materi tentang Tekhnik Penulisan Berita dan Artikel yang disampaikan oleh Sholichan Arif, wartawan Surabaya Pagi. Peserta sangat antusias dan serius menyimak materi yang disampaikan oleh wartawan yang juga alumni PP. Al-Fattah ini. Terbukti ketika season tanya jawab dibuka oleh moderator banyak sekali peserta pelatihan yang mengacungkan tangan untuk bertanya. Namun karena waktunya terbatas, moderator hanya membatasi empat pertanyaan.
Pukul 12.00 BBWI giliran Nisa’ul Kamilah, Editor Jurnal Suluh S2 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta serta penulis Trilogi Novel “Ning Aisya” melanjutkan pelatihan dengan materi Tehknik Penulisan Fiksi. Dalam sesi ini antusias peserta awalnya agak kurang karena cuaca yang panas dan menurunnya stamina peserta. Namun, berkat keahlian sosok yang punya nama pena Camilla Chisni ini suasana forum menjadi hidup kembali bahkan antusiasme peserta lebih tinggi dibanding materi pertama. Selain menyampikan materi seputar penulisan Fiksi, Milla juga mengajak peserta untuk langsung mempraktikannya. Peserta yang berhasil menulis dengan baik mendapat satu paket Novel “Ning Aisya” dari sang penulis.
Setelah istirahat selama hampir satu jam, tepat pukul 15.00 season Bedah Novel “Ning Aisya” dimulai. Tapi, sebelum Camilla Chisni memaparkan isi novel “Ning Aisya”, moderator mempersilakan peserta untuk unjuk sastra. Ada tujuh peserta yang menampilkan karya sastranya dalam bentuk puisi dan masing-masing mendapatkan kenang-kenangan novel dari HIMAPA dan Mila.

Dalam presentasi Mila bertutur tentang alur cerita novel, isi novel secara garis besar, dan latar belakang penulisan novel. Dilihat dari sudut kesusastraan, Drs. Sulaiman, pembanding yang tulisannya sering muncul di Horison dan salah satu penyusun soal UN 2007 mata pelajaran Bahasa Indonesia ini menyatakan bahwa secara umum Novel “Ning Aisya” sangat bagus sekali. Sebuah novel yang bercerita tentang kehidupan pesantren dan isinya sarat dengan pesan agama, moral, pendidikan, dan hiburan. Kekutan Novel ini ada pada penggunaan diksi yang hidup dan renyah, kritik yang dikemas manis, dan ketepatan alur yang menyebabkan pembacanya turut merasakan emosi Ning Aisya, si tokoh utama dalam novel tersebut.

Namun, ada dua catatan yang bisa direnungkan sebagai bahan perbaikan selanjutnya, yakni sulitnya membedakan antara cerita masa sekarang dengan kisah masa lalu sebagai hasil pembacaan pada Diary. Seperti yang diungkap Camilla sebagai otokritik atas novelnya, “Mestinya, ini bisa dibedakan dengan ‘kecerdikan layouter’. Penggunaan font yang berbeda atau diberi satu lembar kosong yang diberi satu coretan besar: Aisya dalam Kenangan, misalnya, sehingga lebih mudah dibedakan.” Drs. Sulaiman yang juga MC Jawa ini juga memberikan masukan agar menggunakan lebih banyak bentuk majaz agar lebih hidup, misalnya dengan kontra personifikasi, litotes, hiperbola, dan lain sebagainya.
Bedah novel “Ning Aisya” berlangsung hingga pukul 17 30. Wajah ceria dan senyum manis peserta menggambarkan bahwa mereka senang dan puas mengikuti pelatihan dan bedah novel ini. Di akhir acara, panitia memberikan kenang-kenangan kepada Camilla Chisni berupa photo yang bergambar cover novel “ning Aisya” sekuel 2 tapi wajahnya diganti dengan wajah Mila. Begitu pula LKiS memberikan satu paket Novel “Ning Aisya” kepada Pembanding.

Senja mulai merapat ambang malam, para pemateri akhirnya undur diri dari lokasi dan panitia berharap bahwa kerja sama ini bisa berlanjut di masa mendatang.

Ditulis oleh M. Sya’roni S.Pd.I

0 komentar