Monday, January 29, 2007

Mau Masukin Naskah ke Matapena?

Monday, January 29, 2007

Matapena membuka kesempatan selebar-lebarnya buat teman-teman yang ingin menerbitkan naskah tulisan. Mau tahu tara-caranya? Ini dia:

1. Naskah bergenre novel pesantren: meramu semua yang lucu-wagu yang mungkin dianggap sepele, sampai yang nyinyir-kritis yang bisa dianggap serius, tentang cerita santri dan pesantren. Sasaran pembaca adalah usia 14-20.

2. Ditulis dengan bahasa yang cair dan meremaja.

3. Memuat nilai pluralisme dan tidak mengandung SARA.

4. Panjang tulisan tidak lebih dari 100 halaman kwarto 2 spasi, font TimesNewRoman12.

5. Naskah dalam bentuk print out dikirim ke alamat redaksi Matapena: jln Parangtritis Km. 4,4 Salakan Baru No.1 Sewon Bantul Yogyakarta. Atau via email: matapena_jogja@yahoo.com.

6. Jawaban naskah akan kami beritahukan via pos, email, atau telpon paling lambat tiga minggu setelah naskah sampai ke meja redaksi.

7. Jika belum jelas bisa hubungi: matapena_jogja@yahoo.com

kami tunggu naskah teman-teman ya...

salam.


0 komentar

Tuesday, January 16, 2007

Ngobrolin Bakal Novel

Tuesday, January 16, 2007
Ini adalah pertemuan rutin temen-temen Penulis Novel Matapena, Jumat, 12 Januari 2007. Baik yang karyanya sudah pernah ataupun yang baru nulis dapat dua halaman. Kalo bulan yang lalu yang berbagi bakal novelnya adalah Shofa sama Zaki, kali ini giliran Pijer sama Mahbub.
Novel Pijer sebenarnya sudah selesai, saking lamanya menunggu waktunya ngobrol yang terkatung-katung gara-gara liburan lebaran, idul adha, taon baru, ples liburan sekolah. Novel Pijer bercerita tentang perjuangan Fika mengembangkan seni hadrah di pesantrennya. Karena penghalangnya tidak cuma bapak kepala sekolah yang “aneh” tapi juga masyarakat sekitar yang kadung memberikan image negatif atas keberadaan pesantren dan kiprahnya.
“Coba pak kepala sekolahnya jangan dibikin dipecat,” Mahbub mengajukan ide. “Soalnya kalo aku menganalogkan, seperti tentara yang sudah gigih menembak musuh, cuma ternyata si musuh matinya bukan karena peluru yang ditembakkan, tapi karena terpeleset.”
“Iya. Pikirku juga begitu,” Sakri mengamini.
“Yah, maksudku sih kalo dipecat kan, berarti sudah nggak ada lagi penghalang buat Fika,” jelas Pijer. “Tapi, oke deh, aku pertimbangkan.”
Itu salah satu contoh obrolan saling tukar ide dan penilaian. Sebelumnya teman-teman memang sudah baca synopsis atau beberapa bagian novel yang sudah ditulis. Untuk kemudian dibincangkan dalam forum ini.
Sementara Mahbub bercerita tentang Ibu Nyai dan kucing piarannya. Novel ini memang berjenis komedi, meski tak menghilangkan bagian kritisnya. Karena ternyata gara-gara kucing itu, Ibu Nyai sudah membuat Sukarti, abdi dalemnya, merasa tidak dihargai kemanusiaannya.
“Tapi, harus dijelaskan juga jenis kucingnya. Soalnya kalo jenis piaraan, biasanya nggak suka nyolong gereh atau apa,” usul Hilma.
“Terus, biasanya perilaku memiara binatang antara orang kampung dengan orang kota juga berbeda. Kalo orang kota suka digendong-gendong, berbeda dengan orang desa yang cukup dengan memebri makan saja,” Sakri menambahkan.
Dan, masih banyak lagi masukan juga ide-ide penguat yang ditawarkan teman-teman untuk Mahbub. Juga sampai pada hal yang kecil, misalnya, racun apa yang dipakai Sukarti untuk mencelakai si kucing, yang kira-kira ndak bikin mati tapi juga mencemaskan Bu Nyai, dan kira-kira dikenal oleh Sukartai yang orang kampung itu.
Acara selesai pas jam lima sore. Dengan agenda pertemuan untuk bulan depan, giliran mbahas bakal novelnya Sakri sama Hilma. C U…

2 komentar

Jodoh untuk Puteri Kiai

Judul: Pinangan buat Naura
Penulis: Fina Afidatussofa
Ukuran buku: 11 x 17 cm
Jumlah Isi: vi + 147 halaman
Cetakan I: Februari 2007
Penerbit: Matapena Jogja
Naura adalah puteri kiai yang jatuh cinta sama Ari yang bukan keluarga kiai. Tentu saja hubungan keduanya ditentang keras oleh abah dan umi Naura. Apalagi jelas-jelas mereka telah menentukan siapa yang berhak meminang Naura. Yaitu Gus Ismail, putera KH Sulaiman yang sudah kenal dekat dengan abahnya Naura. Dua pilihan yang sulit bagi Naura, antara mempertahankan perasaannya ataukah mendahulukan kepentingan keluarga besarnya.
Masih seperti novel pertamanya, kali ini Fina kembali menggambarkan tradisi khas keluarga pesantren dalam salah satu cerpennya. Dengan tujuan untuk menjaga kualitas keturunan, persamaan pemikiran dan cita-cita, keluarga kiai biasa melakukan jalan perjodohan. Dan, secara otomatis, bagi putera atau puteri kiai, harus bersiap-siap bernasib seperti Naura, jika memang kekasih hatinya tidak memenuhi kriteria patokan keluarganya.

0 komentar

Juteknya Santri

Judul: Ja'a Jutek
Penulis: isma kazee
Ukuran: 11 x 17 cm
Tebal: vi + 217 halaman
Cetakan I: Februari 2007
Penerbit: Matapena Jogja
Kalau dipikir-pikir, hebat juga Ita, seorang bisa membikin butek sepuluh orang teman kamarnya. Sampai mereka hanya bisa saling curhat sesama korban kejutekan.
Tentu saja pakai sembunyi-sembunyi, dan mereka suka kasih aba-aba, “Ja’a jutek, ja’a jutek!” yang berarti “Jutek datang, jutek datang,” begitu ada tanda-tanda Ita hampir masuk kamar, mengganggu curhat mereka.
Bisa jadi cuma Lintang, yang punya keberanian membuat keadaan berbalik. Ita yang bebas bersikap karena dekat dengan puteri Bu Nyai harus menerima pembalasan hingga membuatnya terpuruk dan tak berdaya. Tapi, apa iya kondisi ini bias membuat Ita jadi baik hati dan mau berbagi dengan teman-teman kamarnya? Tau’ deh.

0 komentar

Friday, January 12, 2007

Cinta versus Tujuh Tahun

Friday, January 12, 2007
Judul: Gus Yahya Bukan Cinta Biasa
Penulis: Fina Af’idatussofa
Ukuran: 11 x 17 cm
Tebal: viii + 195 halaman
Cetakan I: Januari 2007
Penerbit: Matapena Jogja



Kalau dihitung-hitung, Gus Yahya kecil memang sudah habis-habisan dengan segala cara upayanya untuk mendekati Zahra. Dari yang biasa-biasa seperti melakukan kebiasaan Zahra belajar nyeruling sama Yadi di pematang sawah, sampai yang norak abis, seperti berkirim mawar dan surat cinta yang ditaruh di teras pesantren puteri. Tidak cuma itu, Yahya juga tak kenal lelah menyapa Zahra dengan pesan kertasnya yang ditaruh di kursi taman, tempat Zahra biasa belajar, setiap hari, sepanjang waktu. Sayangnya, Zahra tetap cuek aja tuh menghadapi gerakan cinta Yahya. Meski tidak dengan marah-marah, santri baru di pesantren abahnya Yahya itu malah sibuk dengan tugas-tugas belajarnya di pesantren.
Untungnya cinta Gus Yahya tidak pupus meski harus jatuh bangun untuk membuat cinta itu bisa dimengerti. Cintanya tidak mengenal istilah habis meski harus berhadapan dengan pergantian waktu yang hampir tujuh tahun. Bahkan, sampai tiba waktunya bagi Zahra untuk keluar dari pesantren, Gus Yahya tetap tersenyum menyampaikan cintanya. Tentu saja, karena cinta Gus Yahya bukan cinta biasa.

0 komentar

Tarian Cinta: Bukan Tarian Biasa

Judul: Tarian Cinta Penulis: Maia Rosyida Ukuran: 11 x 17 cm Tebal: viii + 222 halaman, Cetakan I: Januari 2007 Penerbit: Matapena Jogja

Dahlia seorang penari, dan di antara kelima temannya, dialah yang paling manis. Tapi, bukan lantas karena itu Aiman dan Bilal secara bersamaan menyukai Dahlia. Juga, bukan karena itu Mbah Jalaluddin Rumi, ayahnya Aiman berusaha membela Dahlia ketika Kiai Umar dan ormas Islam lainnya menyudutkan Dahlia dengan tariannya.
Melainkan karena Dahlia adalah perempuan yang dipenuhi dengan cinta. Cinta kemuliaan, membuatnya rela membanting tulang menghidupi ibu dan seorang adiknya yang masih sekolah. Cinta kebaikan, membuatnya selalu ingin belajar untuk jadi lebih baik. Dan cinta ketulusan, membuatnya selalu kuat dengan kenyataan sepahit apa pun. Sepahit ketika ia harus menentukan pelabuhan cintanya, pada Bilal ataukah Aiman? Dua orang cowok yang sama-sama membuat Dahlia bisa menari dengan tarian cinta.
Di antara balutan kisah cinta itu, dengan smart penulis memasukkan konsep tentang seksualitas perempuan. Sebuah sikap penolakan atas sterotipe perempuan sebagai objek yang bisa dimanfaatkan oleh lawan jenisnya. Padahal persoalan sebenarnya tidak terdapat pada tarian Dahlia, tetapi pikiran dan imajinasi para penikmat tariannya.

0 komentar