Monday, December 26, 2005

The First Road Show ... to Jombang

Monday, December 26, 2005

Akhirnya, datang juga deh kesempatan buat Matapena menyapa teman-teman santri. Melihat lebih dekat seperti apa kehidupan mereka yang diam-diam menawarkan keunikan itu. Sudah pasti juga dong, Matapena juga punya keinginan menggandeng mereka untuk jadi penulis. Penulis bagi dunia mereka sendiri, untuk diri sendiri juga orang lain. Catet!
Road Show pun dimulai. Matapena segera meluncur ke kota Jombang, tempat Pondok Pesantren Tebuireng dan Pondok Pesantren Tambakberas berdiri.
Pukul 21.00-an mobil Matapena keluar dari garasi. Acara pertama adalah jemput-menjemput. Dari menjemput Pijer di Pondok Nurul Ummah, dilanjutkan ke tempat Mas Fikri. Jalanan sudah mulai sepi, apalagi cuacanya yang memang agak gerimis. Berrrr! Dingin! Membuat setiap orang memilih mengenakan kostum malem—celana, kaos, ples jaket item. Ples, satu menu tambahan lagi. Mau tahu? Bantal. Hehehe, tahu aja sih kesukaan kami!
Berenam (Jamal, Mas Fikri, Zaki, Shachree, Pijer, dan saya), rombongan Matapena meninggalkan Jogja. Sampai di Ngawi, kami ngaso sebentar, makan minum di angkringan khas sana. Pukul 03.40-an WIB atau menjelang subuh, mendaratlah kami di Jombang. Sepiii banget. Acara pertama jelas menghubungi Kang Ipeng, sudah siap belom tempat buat istirahatnya. Syukurlah, sidah sip. Kami pun langsung meluncur ke Tebuireng, tepatnya Wisma AFI (AFI banget gitu loh) yang kebetulan lokasinya berseberangan sama PP Tebuireng. Untuk mandi, nyelonjorin kaki, merebahkan badan, dll. Biar besok, pas ‘konser’ di pesantren, sudah bener-bener seger dan menarik!
Bedah Buku “Santri Semelekete” (PP Tebuireng Jombang, Jumat 23 Desember 2005)
Acara yang rencananya akan dimulai pukul 09.00 ternyata molor. Sambil menunggu, kami duduk-duduk di ‘semacam halte’ dekat parkiran di halaman depan tempat pertemuan. Kebanyakan santri, putera dan puteri, masih ramai mengerumuni gelaran buku-buku Pustaka Pesantren dan Matapena. Baik sebagai pembeli atau sekadar mengamat-amati judul-judul yang ditawarkan. Ada yang berpakaian rapi, ada juga yang masih pakai seragam khas santri. Sarungan!
Kelamaan menunggu, padahal Jum’at kan hari pendek, saya dan kawan-kawan pun menuju aula di lantai dua. Siapa tahu bisa segera dimulai. Tetapi, sampai di aula yang sudah digelari karpet hijau itu, ternyata masih kosong. Cuma ada beberapa orang panitia yang sibuk membetulkan mikrofon yang katanya bermasalah. Baru ketika mikrofonnya bisa buat berhalo-halo, satu per satu santri mulai berdatangan. Baik santri putera maupun puteri. Rupanya mereka boleh nyampur dalam satu ruangan, dengan lokasi duduk berseberangan. Mereka adalah para santri yang sekolah di SMU, dan beberapa yang sudah mahasiswa.
Eh, istilahnya kok SMU ya, bukan Aliyah? Menurut salah seorang dari santri puteri, di PP Tebuireng ada SMU dan Aliyah. Yang sekolah di SMU boleh cowok boleh cewek, tapi kalau Aliyah cuma buat santri cowok. Begitu ya? Sebenarnya saya masih mau tanya-tanya lagi, eh tuh mbak santri malah balik nanya, “Mbaknya utusan dari sekolah mana?” Hehehe. Jadi lupa deh mau nanya apa lagi. GR sih!
Tepat pukul 10.00 WIT (Waktu Indonesia Tebuireng) acara yang dihadiri oleh kurang lebih 40 santri itu pun dimulai. Pertama, pakai acara sambutan-sambutan, dari Matapena juga KISS. Kemudian masuk ke acara Bedah Buku “Santri Semelekete”. Eh, ini mesti diralat. Soalnya kan Baroroh nggak ikut. Lagi pula, konsep awalnya kan Temu Penulis Matapena.
Dari moderator, Zaki mendapat kesempatan untuk ngomong duluan, kemudian Shachree, Pijer, dan Redaktur Matapena. Di samping menceritakan apa yang sudah mereka tulis dalam novel-novel Matapena, mereka juga menyebarkan virus menulis ke para santri. “Saya saja yang bukan santri, sudah punya anak satu, bisa menulis tentang pesantren, apalagi temen-temen yang sudah jelas-jelas nyantri. Masak dari Tebuireng yang sebesar ini nggak ada yang bisa,” begitu Shachree ngompori mereka habis-habisan. Selain itu, mereka juga menuturkan proses kreatif kepenulisan mereka.
Usai mendengarkan ceramah dari penulis, seperti biasa acara dilanjutkan dengan dialog. Dilihat dari pertanyaan-pertanyaan mereka, rupanya mereka lebih tertarik menyoal tentang dunia tulis-menulis daripada membedah karya-karya yang sudah dihasilkan Zaki dkk. Wah, pertanda bagus nih. Welcome, mbak-mas, di dunia kepenulisan! Usai dialog acara ditutup. Pukul 11.10 WIT.
Peluncuran Novel Pop Pesantren Matapena (Aula Yayasan PP Bahrul Ulum Tambakberas, Jum'at 23 Desember 2005)
Dari Tebuireng, habis Jum’atan, habis cek out, habis makan nasi pecel di kota Jombang, kami menuju Tambakberas. Langsung ke Aula Yayasan PP Bahrul Ulum. Jadi, di Bahrul Ulum Tambakberas ini ada kurang lebih 15 pondok pesantren dengan kiai pengasuh masing-masing. Lembaga pendidikannya juga lengkap, dari TK, MI, SMP, MTsN, MTs Plus, SMA, MAN, MA Plus, MA PK, Muallimin Muallimat, Sekolah Persiapan PT, sampai Sekolah Tinggi BU. Tapi, semuanya menginduk ke Yayasan Bahrul Ulum. Nah, PPP Al-Lathifiyyah adalah satu pondok puteri yang ada di Bahrul Ulum, selain PPP Al-Fathimiyyah yang waktu itu juga kami kunjungi.
Sampai di tempat pertemuan, suasananya benar-benar jauh berbeda dengan waktu di Tebuireng. Ramai, berisik, dan banyak suara. Apalagi pas Mas Fikri didaulat untuk sambutan atas nama Matapena. “Cakep…cakep!” “Huaaa….!” “Suit…suit!” Dan, seruan sejenislah yang sanggup mengundang kegeeran. Tak ketinggalan Zaki dan Shachree yang juga laki-laki kebagian teriakan itu. Kasihan Pijer dong hehehe.
Pukul 14.00 WIT (Waktu Indonesia Tambakberas) para penulis kembali berbagi cerita. Seperti di Tebuireng, di depan para santri putri Al-Lathifiyyah beserta undangan yang jumlahnya kurang lebih 100-an jiwa, mereka juga menceritakan sedikit isi novel mereka dan proses penulisannya. Tapi, mereka lebih banyak membombardir para santri dengan virus menulis. Sementara saya kebagian jatah memoderatori jalannya diskusi. Sesi ngomong ini tidak terlalu lama, karena memang disengaja untuk mengintensifkan sesi dialog.
Acara sore itu diakhiri pukul 16.10. Sebenarnya masih ada santri yang mau nanya. Tapi kami masih harus memenuhi undangan ketemu sama komunitas Ikatan Penulis Muda PPP Al-Fathimiyyah Bahrul Ulum.
Keluar dari ruangan aula, para penulis langsung diminta untuk ninggalin ‘jejak’ tanda tangan di buku para santri, juga alamat dan nomor Hp! Walhasil, kami nggak bisa buru-buru ke Al-Fathimiyyah mengejar sisa waktu sore. Sementara saya sempat ngobrol sama Pak Faizun, pembimbing santri Al-Lathifiyyah. Menurut beliau, kegiatan seperti ini sangat positif untuk menumbuhkambangkan potensi santri dalam dunia tulis-menulis. “Soalnya kadang kita bingung juga mau menghubungi penerbit mana ketika ada tulisan dari para santri,” lanjutnya. Hubungi Matapena aja, Pak! Atau besok kami hubungi. Oke!
Menyapa Ikatan Penulis Muda (PPP Al-Fathimiyyah Bahrul Ulum Tambakberas, Jumat, 23 Desember 2005)
Pukul 16.20 barulah kami bisa bebas dari kepungan santri Al-Lathifiyyah II. Dari Aula Yayasan Bahrul Ulum kami berjalan kaki menuju Al-Fathimiyyah yang berjarak kurang lebih 50 meter. Sore itu gerimis, belum lagi jalanannya juga penuh genangan air. Untung ada santri Al-Fathimiyyah yang kebetulan ikut hadir di aula yayasan. Jadi, bisa menunjukkan langkah menghindar dari genangan itu. Kami langsung menuju ke ndalem Neng Ida, ngobrol sebentar sambil menunggu persiapan tempat pertemuan.
Ternyata tempat pertemuannya di mushala. Posisinya ada di tengah bangunan pesantren. Para laki-laki tadinya agak kikuk juga ketika harus memasuki sarang ‘penyamin’. Membayangkan kehebohan santri Al-Lathifiyyah yang over yang baru saja dialami. Itu saja tidak di kandang sendiri. Apalagi, sekarang? Bakal di atas over kali ya. Eh, tetapi tak taunya suasananya benar-benar berbeda. Teman-teman tenang-tenang saja menyambut kami. Duduk lesehan tanpa tikar. Empat puluhan orang ada kayaknya. Sementara kami dapat tempat duduk di atas kursi. Kayak pengajian.
Tanpa bertele-tele acara langsung dimulai. Yang pertama mendapat kesempatan berbicara adalah Mas Fikri. Intinya memperkenalkan Matapena dan ngajak temen-temen untuk menulis. Dilanjut dengan sedikit sharing pengalaman dari para penulis. Sayangnya memang tidak bisa lama-lama, waktunya sudah mepet maghrib. Belum ada dialog sama mereka. Akhirnya dengan terpaksa cuma bisa kasih kesempatan ke satu orang untuk bertanya. Padahal, mereka pada rame-rame tunjuk tangan lho…
Tapi, apa mau dikata. Waktu memang bergerak begitu cepat. Pas azan Maghrib, ngobrol bareng anak-anak IPM pun harus disudahi. Saya and the geng berpamitan. Menyudahi serangkaian ‘sapaan’ di Jombang. Bye bye… semoga kita bisa ketemu lain hari. Amiin.

0 komentar

Friday, December 23, 2005

Pertemuan Matapena dengan Anak-Anak SMU ...

Friday, December 23, 2005
Tanggal, 22 Desember 2005, Matapena mengundang temen-temen setingkat SMA-MAN di Yogya untuk ngobrol soal respon mereka atas lahirnya novel pop pesantren, ples mengajak mereka untuk ikut menulis tentang cerita santri dan pesantren. Tidak diduga-duga, dari dua puluh undangan yang kami antar langsung ke sekolahan, hanya tiga sekolah yang tidak bisa mengikutsertakan anak didiknya. Satu sekolah diwakili oleh dua orang, malah ada yang empat orang lho. Dan, total peserta yang hadir siang itu ada 25 orang. Ini dia mereka:
Faizatul Laili, Alim Sutato, MA Ali Maksum: Irma Mayasarah, Aufa Nuha Ihsani, Pekik N. Sasongko, Rif’an Anwar, MA Nurul Ummah: Siti Fatimah, Nur Ismala Dewi, MA An-Nur Ngrukem: Lina, MAN I Yogyakarta: Rusda Nasyita Rahma, Dyah Ayu Wardani, MAN II Yogyakarta: Ahmad Afandi, Pery Oktriansyah, Muallimin Yogyakarta: Muhammad Ali Fikri, Nur Hakim Ibnu Effendi, SMU Muha II: Cahyo Waskito P.A., Rahmi Bestari, SMU 1 Yogyakarta: Rahmata Novanisa, Aulia Rizdha, SMUN 2 Yogyakarta: Mahaarum Kusuma Pertiwi, Putri Hayu Austina, SMUN 6 Yogyakarta: Huning Margaluwih, Atina Handayani, SMUN 9 Yogyakarta: Hayu Qisthi Adila, Nurina Happy.
“Menarik sekali cerita tentang Santri Baru gede. Ceritanya romantis dengan setting kehidupan pesantren,” Arum memulai komentar setelah membaca novel karya Zaki itu. Ia mengaku selama ini senang membaca novel islami, dan karakteristik novel Matapena ada pada penggabungan antara yang pop dengan pesantren.
Tak jauh berbeda, Qisthi juga merasa surprise ketika membaca Santri Semelekete. “Soalnya saya belum pernah kepikiran ada cerita tentang lesbi, dan yang nggak lurus-lurus di pesantren,” jelas siswi SMU 9 yang katanya pernah jadi santri 2-3 minggu.
Ia juga suka sama cerita Kidung Cinta Puisi Pegon. “Keren banget! Emang model perjodohan yang kayak gitu jadi wah banget ya di pesantren?” tegasnya bertanya. Karena sebelumnya ia belum pernah mendenger cerita perjodohan seperti itu di pesantren. “Saya nggak bisa ngebayangin ada fenomena perjodohan santri. Padahal kayaknya nggak mungkin banget kalau itu diterapkan ke remaja kayak aku. Belum kenal langsung nikah,” lanjutnya sambil tersenyum manis.
Keunikan-keunikan inilah yang sebenarnya ingin ditawarkan oleh Matapena. Seperti dituturkan oleh Mas Fikri dalam pertemuan itu. Bahwa pengalaman remaja di pesantren banyak yang belum disentuh karena selama ini pesantren dianggap sakral, tertutup, terisolir, dan kuper. “Kita ingin mengatakan, orang-orang pesantren tidaklah seperti yang dibayangkan teman-teman. Pengalaman-pengalaman sejenis itu akan kita angkat dengan diksi yang khas. Mereka punya pengalaman dan bagaimana pengalaman ini ditulis,” jelasnya gamblang.
Ia juga menambahkan bahwa di beberapa kota di Jawa Timur, novel Matapena laku terjual. Buku-buku Matapena ada di urutan 1 dari 20 besar penjualan buku kelompok penerbit LKiS. “Respon mereka cukup bagus. Ini berarti remaja di kota membutuhkan perbandingan yang selama ini dianggap kolot,” simpul Mas Fikri kemudian.
Paling tidak respon bagus itu juga ditunjukkan oleh teman-teman SMU yang hadir dalam pertemuan itu. Meskipun tidak sedikit juga yang memberikan kritikan dan masukan. Selain persoalan teknis pilihan font, cover, layout isi, juga variasi tema yang tidak hanya cinta-cintaan melulu.
“Menurut saya novel-novel santri perlu mempublikasikan diri,” Hayu dari SMA 2 coba memberikan masukan. Ini penting untuk membongkar image yang tidak menarik tentang cerita santri, dan bagi Hayu, persoalannya ada pada kurangnya publikasi. Tentu saja ini menjadi PR penting buat Penerbit Matapena selanjutnya. Oke deh! ;))

0 komentar